Beranda Hukum Korban Pencabulan di Cilegon Divisum, Psikolog Berikan Pendampingan

Korban Pencabulan di Cilegon Divisum, Psikolog Berikan Pendampingan

Ilustrasi - foto istimewa google.com

CILEGON – Korban pencabulan yang dilakukan AJ (35) warga Kelurahan Masigit, Kecamatan Jombang, Kota Cilegon, mulai dilakukan visum. Pasalnya, hingga saat ini terdapat tujuh korban yang sudah dilakukan visum.

“Satu korban sudah divisum tadi malam. Hari ini ada enam korban yang divisum. Visum dilakukan di Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Cilegon,” ujar Heni Anita Susila Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Cilegon, Kamis (12/7/2018).

Dikatakan Heni, dalam penanganan korban pencabulan tersebut sudah ditangani Pusat Pelayanan Dan Perlindungan Keluarga Cilegon (P3KC). Para korban juga sudah ditangani para psikolog untuk memberikan pendamping.

Penanganan yang dilakukan, kata Heni, yakni memberikan bantuan konseling atau tindakan secara psikis terhadap korban dan memberikan pendampingan lainnya.

“Karena tentunya korban yang masih anak anak ini mengalami trauma yang hebat dan tak akan terlupakan sepanjang hidupnya. Sedangkan untuk kasus hukumnya kita serahkan ke pihak kepolisian,” terang Heni.

Sedangkan untuk biaya visum dan pendampingan terhadap korban, dia berharap bisa dibiayai Pemkot Cilegon. “Baik untuk biaya penanganan atau tindakan bagi korban seperti visum, rawat jalan, rawat inap atau gawat daruratnya, semuanya dibiayai oleh Pemkot Cilegon melalui DP3AKB,” katanya.

Dalam penanganan para korban ini, lanjutnya, Pemkot Cilegon sudah mempunyai Peraturan Walikota
Tahun 2017 tentang Pembebasan Biaya bagi korban kekerasan di fasilitas kesehatan di Cilegon. “Atau rumah sakit lainnya yang sudah melakukan MoU dengan Pemkot Cilegon,” paparnya.

Kasus pencabulan tersebut, kata Heni, jelas membuat prihatin pihaknya. Dia menyatakan bahwa kelakuan AJ sangat tidak berperikemanusiaan.

“Menurut data P3KC ada 12 anak yang sudah teridentifikasi mendapatkan tindakan pencabulan. Semoga pelaku dijerat hukum seberat beratnya yaitu 15 tahun penjara seperti yang telah diatur oleh UU Nomor 35 tahun2014, yaitu perubahan UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” tandasnya. (Man/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini