SERANG – Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) Provinsi Banten turut menyoroti dugaan kasus pelecehan seksual di SMAN 4 Kota Serang yang dilakukan oleh seorang guru. Kasus yang kabarnya sempat berakhir damai itu sangat disayangkan.
“Kekerasan seksual terhadap anak tidak dapat diselesaikan secara mediasi atau damai di luar proses hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” kata Hendry kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
Kata Hendry, sekolah yang menyarankan agar korban memaafkan pelaku dan menyuruh tidak melapor ke orang tua korban, merupakan bentuk pembiaran dan merupakan sikap abai terhadap perlindungan korban. Hal itu melanggar Pasal 23 UU TPKS.
“Sekolah wajib berpihak kepada korban, bukan pelaku,” ujarnya.
Menurut Hendry, seharusnya , Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Tim PPK) yang sudah terbentuk di sekolah berdasarkan Permendikbudristek sejak 2023, memiliki tugas melindungi, mendampingi, serta memastikan hak-hak korban. Apabila terjadi pembiaran atau penutupan informasi maka pihak sekolah harus dikenakan sanksi.
“Bunyi Pasal 19 UU TPKS, setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun,” imbuhnya.
Pelaku yang diduga merupakan seorang guru di sekolah tersebut juga bisa dijerat hukuman berat berdasarkan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Selain hukuman penjara maksimal 15 tahun, pelaku juga bisa dihukum tambahan berupa tambahan sepertiga hukuman maksimal karena merupakan seorang guru.
Bahkan pelaku juga bisa dihukum kebiri bila terbukti korbannya lebih daru satu siswa dan dilakukan secara berulang kali.
Hendri menakan bahwa Komnas PA akan ikut mengawal proses hukum kasus ini, serta memberi pendampingan hukum dan psikologis terhadap anak korban. Ia juga mendesak Kepolisian, Dinas Pendidikan, dan instansi terkait agar menindak pelaku.
“Kami juga mengimbau kepada seluruh masyarakat dan alumni untuk tidak takut melapor. Pelaporan adalah bentuk keberanian, bukan pengkhianatan. Mari kita bersama-sama hentikan budaya diam dan tutup mata terhadap kekerasan,” ucapnya.
Diketahui, dugaan kasus pelecehan seksual itu berawal dari viralnya unggahan di akun Instagram @savesmanfourkotser.
Dalam salah satu unggahan di akun tersebut, menyebutkan adanya dugaan pelecehan seksual, pungutan liar, kasus intoleransi, dan intimidasi kepada siswa yang terus terjadi tanap adanya penindakan tegas dari pihak sekolah.
Salah satu alumni sekolah di unggahan lainnya juga mengataka kasus dugaan pelecehan seksual sudah diketahui sejak lama, bahkan korbannya dari lintas angkatan. Kabarnya laporan siswa justru hanya ditanggapi dengan kalimat ‘sudah ya, dimaafkan saja, jangan bilang orang tua’.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: Usman Temposo