Beranda Hukum Komnas Anak dan Ketua DPRD Kabupaten Serang Kecam Pimpinan Ponpes yang Cabuli...

Komnas Anak dan Ketua DPRD Kabupaten Serang Kecam Pimpinan Ponpes yang Cabuli Santriwati

(Foto: jawapos)

KAB. SERANG – Kasus pencabulan yang dilakukan oleh pemimpin pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang terhadap 5 santriwatinya mendapat sorotan dari berbagai pihak. Dalam hal ini, Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten dan Ketua DPRD Kabupaten Serang mendorong perlindungan terhadap korban serta menindak tegas kepada pelaku.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten, Hendry Gunawan mengatakan langkah selanjutnya yang akan dilakukan yaitu memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada para korban. Saat ini pihaknya juga telah mendata jumlah santri yang menjadi korban untuk mengetahui apakah ada kemungkinan korban-korban lainnya.

“Para santri penting untuk mendapatkan pendampingan psikologis trauma kekerasan seksual, agar Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD tidak berkepanjangan. Karena kekerasan seksual selain ada yang berdampak pada luka fisik juga membawa luka batin atau psikis yang membutuhkan waktu untuk sembuh,” ujar pria yang akrab disapa Gugun kepada BantenNews.co.id melalui pesan singkat, Selasa (21/2/2023).

Gugun menyebutkan Komnas Anak memandang pelaku yang merupakan pendidik tersebut harus dikenakan pasal berlapis. Selain itu adanya relasi kuasa terhadap pencabulan juga membuat korban yang merupakan anak di bawah umur menjadi tidak mudah untuk melapor lantaran malu, rasa khawatir tidak akan dipercaya dan berbagai ancaman lainnya.

“Dalam banyak kasus kekerasan seksual, para korban terkadang malu, takut, dan trauma untuk bercerita atau melaporkan kasus tersebut ke orang tua, atau orang-orang di sekelilingnya,” kata Gugun.

Gugun mendesak Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI untuk menangani kekerasan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan dapat dimaksimalkan perannya. Sebab dalam PMA tersebut juga mengandung 20 pasal tentang mengatur definisi, bentuk, hingga penindakan kekerasan seksual di lingkup pendidikan keagamaan dan menjadikan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai salah satu dasar hukumnya.

“Komnas perlindungan anak tentu berharap, PMA yang telah di terbitkan oleh Kementerian Agama ini perlu dimaksimalkan dari sisi sosialisasi dan juga penerapannya di berbagai lingkungan pesantren,” tutur Gugun.

Lebih lanjut, Gugun mengatakan perlu peran serta MUI, para tokoh agama, dan pendidik di lingkungan pesantren untuk memahami dengan jelas apa saja yang masuk dalam bentuk kekerasan yang ada.

Selain itu, sebagai salah satu bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian masyarakat maka penting untuk turut serta mensosialisasikan PMA agar dari seluruh stakeholder yang ada termasuk dari universitas dapat memberikan pemahaman ke berbagai lembaga pendidikan dari tingkat RA, MI, MTs, MA dan pesantren terkait pentingnya menjauhkan santri dan anak-anak didik dari kekerasan seksual.

“Tanpa pemahaman dan kesadaran dari para pendidik tentang pentingnya menjauhkan santri dan anak didik dari kekerasan seksual, maka kejadian-kejadian yang berkaitan dengan kekerasan seksual akan terus terjadi di lingkungan pendidikan terutama pondok pesantren,” ucap Gugun.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Serang Bahrul Ulum meyayangkan dan mengutuk keras pelaku pencabulan yang tidak lain merupakan pemimpin ponpes. Sebab menurutnya dengan kejadian ini telah mendegradasi kepercayaan orangtua untuk menempatkan anak-anaknya di ponpes salafi maupun modern.

“Secara pribadi dan kelembagaan DPRD, saya mengecam dan bahkan mengutuk kejadian yang menimpa warga Kabupaten Serang di Kecamatan Tanara. Ini semakin memperburuk citra dan mendegradasi kepercayaan orangtua untuk menempatkan anaknya di ponpes salafi maupun modern. Tapi yang pasti saya menyakini bahwa ini oknum karena masih banyak pesantren yang melakukan pendidikan dan pembinaan sesuai tupoksinya,” tegasnya.

Bahrul Ulum menyebutkan kasus tersebut menjadi perhatian pemerintah daerah (pemda) sebab telah mencoreng nama Kabupaten Serang serta Kecamatan Tanara yang dijadikan sebagai ikon wisata religi.

“Ini menjadi PR pemda untuk menangani masalah ini agar tidak menjadi kontradiktif dengan tagline Kabupaten Serang yang religius. Sebenarnya pemda sudah melakukan upaya ketika ada pengajian dengan ulama dan umaro karena para kiai dan ustaz yang menjadi garda terdepan untuk memberikan pembinaan mental spritual kepada masyarakat Kabupaten Serang,” ucapnya.

(Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini