Beranda Bisnis Komisi III DPRD Cilegon Soroti Kinerja BPRS: Pembiayaan Bermasalah

Komisi III DPRD Cilegon Soroti Kinerja BPRS: Pembiayaan Bermasalah

Komisi III DPRD Kota Cilegon menggelar rapat evaluasi kinerja PT BPR Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) periode Mei–Juni 2025

CILEGON – Komisi III DPRD Kota Cilegon menggelar rapat evaluasi kinerja PT BPR Syariah Cilegon Mandiri (BPRS CM) periode Mei–Juni 2025. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji lima indikator utama kesehatan bank, yakni Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Financing (NPF), Return on Assets (ROA), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Cash Ratio.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cilegon, Rahmatulloh menjelaskan bahwa CAR pada Mei 2025 tercatat sebesar 77,16% dan meningkat menjadi 77,73% di Juni. Nilai ini jauh melampaui ketentuan minimum OJK sebesar 8%.

“Permodalan sangat kuat, ini menunjukkan bahwa BPRS CM memiliki kemampuan besar dalam menyerap potensi risiko. Tapi tingginya CAR juga bisa menandakan bahwa bank belum optimal menyalurkan dananya ke sektor produktif,” ujarnya, Kamis (7/8/2025).

Sementara itu, tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) masih menjadi sorotan serius. Meskipun terjadi sedikit penurunan dari 16,46% (Mei) ke 16,32% (Juni), angkanya tetap jauh di atas batas sehat sebesar 5%.

“NPF ini mengindikasikan kualitas pembiayaan sangat buruk dan berisiko gagal bayar tinggi. Dibutuhkan perbaikan manajemen risiko dan seleksi nasabah yang lebih ketat,” tegas Rahmatulloh.

Di sisi profitabilitas, kondisi masih belum menggembirakan. ROA pada Mei berada di angka -5,76%, dan membaik menjadi -5,31% di Juni, namun masih dalam zona negatif.

“Artinya, bank masih merugi dalam memanfaatkan asetnya. Harus dikaji apakah perbaikan ini berasal dari kenaikan pendapatan atau efisiensi biaya,” ucapnya.

BOPO pun masih tinggi, meskipun turun dari 168,31% ke 161,82%. Idealnya, BOPO berada di bawah 90% agar bank dinilai efisien.

“Bank masih sangat tidak efisien secara operasional, yang tentu berdampak pada rendahnya ROA,” tambahnya.

Sedangkan dari sisi likuiditas, Cash Ratio menunjukkan tren membaik, dari 4,49% (Mei) menjadi 5,41% (Juni), meski masih tergolong rendah.

Baca Juga :  Duta Besar Italia Untuk Indonesia Kunjungi TenarisSPIJ Cilegon

“Rasio ini menggambarkan keterbatasan kas dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Manajemen likuiditas harus lebih ditingkatkan,” kata Rahmatulloh.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, Komisi III DPRD Cilegon memberikan sejumlah rekomendasi penting, di antaranya:

1. Perbaikan kualitas pembiayaan, melalui restrukturisasi, seleksi nasabah ketat, dan penguatan manajemen risiko.

2. Evaluasi efisiensi operasional untuk menekan BOPO, melalui digitalisasi, efisiensi SDM, dan jaringan kantor.

3. Optimalisasi permodalan agar dana bisa lebih banyak disalurkan ke pembiayaan produktif dan memperbaiki ROA.

4. Penguatan manajemen likuiditas, agar rasio kas meningkat tanpa mengorbankan profitabilitas.

Komisi III juga meminta kepala daerah selaku pemegang saham mayoritas untuk segera mengeluarkan kebijakan strategis, salah satunya mewajibkan OPD dan BUMD untuk mendukung pendanaan di BPRS CM.

“BUMD diminta menambah deposito dan tidak menarik dananya dalam waktu dekat. Ini untuk menjaga likuiditas,” tegasnya.

Selain itu, Komisi III juga mendesak agar proses open bidding Direksi dan Dirut segera diumumkan. Menurut Rahmatulloh, dibutuhkan sosok profesional, berpengalaman, serta memiliki koneksi kuat dengan OJK, nasabah, dan para deposan.

“Evaluasi menyeluruh terhadap manajemen Direksi dan Dewan Komisaris sangat penting. Harus segera disusun Rencana Penyehatan Keuangan, pengawasan diperketat, dan komunikasi dengan OJK ditingkatkan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan, jika pemegang saham tetap bersikap pasif terhadap kondisi BPRS, hal ini dapat memperburuk kepercayaan publik dan bahkan membuat bank kembali masuk kategori pengawasan OJK.

“Sekarang masih bisa diselamatkan, tapi butuh kebijakan ekstrem dan keberanian untuk berubah,” pungkas Rahmatulloh.

Penulis: Usman Temposo
Editor: Wahyudin