
SERANG – Koalisi Nelayan Banten menilai persidangan kasus pembangunan pagar laut di pesisir Tangerang yang kini bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Selasa (30/9/2025), belum menyentuh aktor utama.
Menurut koalisi, proses hukum baru sebatas menjerat aparat desa, sementara perusahaan besar penerima manfaat tidak tersentuh.
Hal itu dikatakan Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat, Ahmad Khozinudin, usai menghadiri sidang perdana pagar laut di Pengadilan Tipikor Serang.
Adapun empat terdakwa yang dihadirkan Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, serta dua pihak lainnya, Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung Wahyudi.
Keempatnya didakwa menerima gratifikasi terkait pembangunan pagar laut yang mengubah kawasan pesisir Tangerang menjadi daratan.
Menurut Khozinudin, persoalan pokok belum disentuh aparat penegak hukum. Ia menyebut, ada perusahaan besar yang menikmati hasil dari perkara ini, yaitu kelompok usaha Agung Sedayu yang memperoleh sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di atas lahan laut.
“Analogi sederhana, ada maling ketahuan lalu ditangkap. Tapi yang menerima barang jarahannya malah tidak diperiksa. Enak saja, hanya mengembalikan tanah laut, lalu lolos dari jeratan hukum,” ujar Khozinudin kepada wartawan usai sidang selesai.
Khozinudin juga menyoroti penggunaan pasal yang dipilih jaksa. Menurut dia, Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tipikor lebih menitikberatkan pada gratifikasi pejabat. Padahal, yang seharusnya digunakan adalah Pasal 2 dan 3 karena berkaitan langsung dengan kerugian negara dan keuntungan korporasi.
“Pemilihan pasal ini justru menyelamatkan korporasi. Persidangan seolah hanya jadi peredam publik, dengan mengorbankan perangkat desa. Sementara, pemilik proyek besar properti di atas laut tidak tersentuh,” kata dia.
Kasus pagar laut di Tangerang mengemuka setelah terbit ratusan sertifikat tanah di atas wilayah perairan yang diduga direklamasi.
Perkara ini menuai perhatian luas karena dinilai menyangkut kedaulatan laut sekaligus praktik perampasan ruang hidup masyarakat pesisir.
Sejumlah tokoh penolak proyek PIK 2 hadir dalam persidangan, antara lain aktivis nelayan Banten Kholid dan mantan Sekretaris Kementerian BUMN sekaligus Staf Khusus Menteri ESDM, Said Didu.
Penulis : Audindra Kusuma
Editor : Tb Moch. Ibnu Rushd