SERANG – Walikota Serang, Budi Rustadi angkat bicara menanggapi aksi demonstrasi mahasiswa yang menyoroti capaian 100 hari kerja dirinya dalam memimpin Kota Serang.
Demo yang digelar pada Kamis (12/6/2025) itu sempat memanas hingga pagar Kantor Pemkot Serang rusak akibat aksi massa.
Budi menegaskan, 100 hari kerja bukanlah ukuran keberhasilan seorang kepala daerah. Menurutnya, masa tersebut dimaknai sebagai fase awal untuk menyusun fondasi dan konsep pembangunan jangka panjang selama lima tahun ke depan.
“100 hari kerja bukan tolok ukur keberhasilan. Ini justru momentum menyusun konsep dan dasar pembangunan selama masa jabatan lima tahun,” tegas Budi.
Terkait aksi demonstrasi, Budi mengaku tidak mempermasalahkan, karena hal itu merupakan bagian dari hak masyarakat dalam menyampaikan pendapat. Namun, ia menyayangkan apabila aksi tersebut dilakukan tanpa menjaga ketertiban.
“Saya menghormati hak masyarakat untuk berdemonstrasi. Tapi alangkah baiknya jika disampaikan melalui audiensi atau diskusi yang tertib dan tidak merusak fasilitas umum,” kata Budi.
“Jangan sampai hanya karena emosi, fasilitas pemerintah malah jadi korban,” tambah mantan Ketua DPRD Kota Serang itu.
Ditanya soal tudingan gagal dalam 100 hari kerja, Budi menanggapi santai.
“Itu hak masyarakat menilai. Tapi membangun kota itu tidak seperti sulap. Tidak mungkin perubahan besar terjadi hanya dalam 100 hari dengan anggaran ratusan miliar,” ucapnya.
Ia juga memaparkan kondisi anggaran yang digunakan pemerintah. Dari total APBD Kota Serang sekitar Rp1 triliun, sebagian besar terserap untuk belanja pegawai.
“Sisa anggaran yang bisa digunakan untuk pembangunan hanya sekitar Rp500–Rp600 miliar,” katanya.
Lebih lanjut, Budi menyebut, di awal masa jabatannya, ia fokus menjalin kerja sama dan mencari dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah pusat maupun swasta. Salah satunya melalui program bantuan pembangunan rumah dan renovasi bagi warga.
“Contohnya, hari ini saya kunjungi program bantuan 16 rumah baru dan 10 rumah renovasi yang juga didanai dari APBD. Ini semua bagian dari proses, tidak bisa instan,” tegasnya.
Meski begitu, ia tetap membuka ruang dialog dengan mahasiswa maupun masyarakat untuk menyampaikan aspirasi secara langsung.
“Saya lebih senang kalau bisa berdiskusi langsung. Kami terbuka terhadap kritik dan masukan, selama itu disampaikan secara damai dan membangun,” ujarnya.
Penulis : Ade Faturohman
Editor : Tb Moch. Ibnu Rushd