Beranda Kesehatan Khawatir Membludak, Dinkes Banten Akui Belum Gencar Sosialisasi Vaksin Covid-19

Khawatir Membludak, Dinkes Banten Akui Belum Gencar Sosialisasi Vaksin Covid-19

Petugas medis menyuntikan vaksin kepada PNS Pemprov Banten. (Iyus/BantenNews.co.id)

SERANG – Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengaku jika saat ini pihaknya belum terlalu gencar melakukan sosialisasi untuk program vaksinasi Covid-19. Hal itu terjadi lantaran stok vaksin yang dimiliki masih sangat minim.

Dinkes khawatir jika sosialisasi gencar dilakukan membuat antusiasme rakyat yang membeludak. Hal itu juga akan berimbas pada optimalisasi pelayanan.

Kepala Dinkes Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, jika saat ini pihaknya masih menyasar kelompok prioritas untuk menerima vaksin Covid-19. Mulai dari tahap pertama tenaga kesehatan dan kini di tahap kedua yaitu pejabat dan pelayan publik serta lansia.

Dirinya juga mengakui, Dinkes belum melakukan sosialisasi hingga pelosok wilayah sehingga tak dipungkirinya masih banyak yang menolak divaksin

“Memang upaya-upaya yang kita lakukan sudah tapi memang kita belum terlampau gencar,” kata Ati.

Ia menjelaskan, belum gencarnya sosialisasi vaksin dikarenakan stok produk medis yang dimilikinya terbilang maish sangat minim. Jika upaya sosialisasi lebih gencar dilakukan saat ini maka hal itu berpotensi menimbulkan masalah baru. Dikhawatirkan masyarakat akan berebut untuk divaksinasi.

“Seperti awal-awal adanya vaksinasi enggak mau, jangankan masyarakat atau pelayan publik, tenaga kesehatan saja di awal-awal enggak mau. Tetapi begitu mereka dijelaskan, sosialisasi nonstop akhirnya antusias mereka begitu luar biasa. Ketika antusias luar biasa saya yang digempur juga, minta vaksin semua,” jelasnya.

Menurut Ati, jika stok vaksin sudah mencukupi, maka pihaknya memastikan akan sangat gencar menyosialisasikan vaksin Covid-19. Agar lebih masif, Dinkes juga telah menggandeng sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas).

“Ada saatnya nanti ketika kami sudah menerima vaksin dengan jumlah yang diperlukan kita akan langsung turunkan dengan semua ormas yang ada,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, hasil survei nasional yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait penolakan warga terhadap vaksinasu Covid-19 cukup mencengangkan. Dimana Banten menduduki peringkat ketiga jumlah warga yang menolak vaksinasi penangkal virus asal Tiongkok tersebut.

Berdasarkan data SMRC menunjukkan bahwa persentase tertinggi warga yang menolak untuk divaksin Covid-19 ditemukan di DKI Jakarta sebanyak 33 persen, Jawa Timur 32 persen, dan Banten 31 persen. Sementara persentase terendah penolakan untuk divaksin ditemukan di Jawa Tengah 20 persen.

Direktur Riset SMRC, Deni Irvani mengatakan, hasil riset yang dilakukan pihaknya menunjukkan temuan yang cukup mengkhawatirkan.

“Ini temuan yang mengkhawatirkan, mengingat DKI adalah daerah yang yang memiliki tingkat penyebaran Covid-19 tertinggi di Indonesia,” kata Deni pada acara rilis survei nasional SMRC bertajuk “Satu Tahun COVID-19: Sikap dan Perilaku Warga terhadap Vaksin”, Selasa  (23/3/2021).

Dijelaskan Deni, survei yang mencakup semua provinsi di Indonesia ini dilakukan pada 28 Februari 2021 hingga 8 Maret 2021 dengan metode wawancara tatap muka. Survei ini melibatkan 1220 responden yang dipilih secara acak, dengan margin of error 3,07 persen.

Menurut Deni, tingginya tingkat penolakan terhadap vaksin di DKI Jakarta tampaknya sejalan dengan persepsi tentang keamanan vaksin.

“Di DKI Jakarta, sebagaimana juga di Sumatera, persentase warga yang tidak percaya bahwa vaksin dari pemerintah aman mencapai 31 persen. Di sisi lain, hanya 19 persen warga Jawa Tengah yang tidak percaya vaksin dari pemerintah aman,” jelasnya.

Survei nasional SMRC, lanjut Deni, juga mengungkapkan sejumlah temuan terkait aspek demografi warga. Dimana secara nasional, persentase warga warga laki-laki yang menyatakan tidak bersedia divaksin 33 persen, lebih tinggi dari perempuan 26 persen.

“Persentase warga berusia di bawah 25 tahun yang menyatakan tidak bersedia divaksin 37 persen, lebih tinggi dari kelompok usia 26-40 tahun 28 persen, 41-55 tahun 23 persen, dan lebih dari 55 tahun 33 persen,” ujarnya.

“Persentase warga yang berpendidikan maksimal SD yang menyatakan tidak bersedia divaksin 34 persen lebih tinggi dibandingkan kelompok berpendidikan tertinggi SMP 26 persen, SMA 29 persen, dan lebih dari SMA 26 persen,” sambungnya.

Deni mengungkapkan, dilihat dari sisi etnisitas atau kesukuan, persentase terbesar etnik warga yang tidak mau divaksin adalah Madura 58 persen dan Minang 43 persen. Sedangkan yang paling tinggi persentase bersedia divaksin adalah Batak 57 persen dan Jawa 56 persen.

“Bila dilihat dari sisi agama, persentase warga muslim yang tidak bersedia divaksin 31 persen, lebih tinggi dari non-muslim 19 persen,” ungkapnya.

(Mir/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini