PANDEGLANG – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pandeglang menganggap biasa terkait banyaknya protes dari warga yang menolak kerjasama pengolahan sampah dengan Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel).
Protes tersebut dianggap biasa dalam sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Sekretaris DLH Pandeglang, Winarno mengatakan dalam suatu keputusan atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah pasti menuai pro dan kontra.
“Ya suatu kebijakan pro dan kontra itu hal yang biasa. Saya tidak bisa menyalahkan atau membenarkan karena itu bagaimana masyarakat saja menilainya,” kata Winarno, Jumat (8/8/2025).
“Cuma, kami dari DLH tetap berusaha komitmen ada atau tidak ada kerja sama dengan daerah lain tetap kami harus mematuhi saran dan masukan dari Kementerian LH terkait langkah menuju sanitary landfill,” tambah Winarno.
Winarno mengaku, jika keputusan yang diambil oleh Pemkab Pandeglang merupakan langkah yang bisa menyelamatkan TPA Bangkonol dari sanksi administrasi yang dijatuhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Selain itu, kata dia, Pemkab Pandeglang diberikan waktu secepatnya agar menyelesaikan permasalahan TPA Bangkonol.
“Kami semua khususnya Pandeglang membutuhkan biaya yang cukup besar. Hanya itu saja yang perlu kami pikirkan, dan salah satu solusi alternatifnya hanya kerja sama. Meskipun itu bukan yang utama karena kami ada tahapan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Untuk saat ini salah satunya kerja sama karena menguntungkan kedua belah pihak,” jelasnya.
Winarno juga membantah jika metode yang digunakan di TPA Bangkonol hanya open dumping. Ia mengaku, pihaknya telah membuat beberapa langkah untuk menuju sanitary landfill.
Salah satunya dengan kontrol landfill, yakni menguruk sampah menggunakan tanah urukan dengan jangka waktu tertentu.
“Kalau menurut saya, kami sudah kontrol landfill tidak semata-mata hanya dibuang, kalau open dumping itu hanya dibiarkan tapi kami ada perlakuan,” jelasnya.
“Pertama, kami mengolah menjadi maggot dan dilakukan penutupan dengan tanah uruk sekitar tiga hari sekali atau seminggu sekali. Tetapi kalau untuk sanitary landfill harus setiap hari diuruk,” sambungnya.
Saat ditanya terkait apakah kerja sama pengolahan sampah ini dilanjutkan atau tidak, dirinya tidak mampu menjawab karena bukan kewenangan DLH.
“Kalau itu bukan ranah saya untuk menjawab dilanjut atau tidak karena toh kenyataannya belum terjadi,” ungkapnya
Ia juga membantah anggapan bahwa warga tidak dilibatkan dalam diskusi pengelolaan dan kerjasama sampah dengan Pemkot Tangsel.
“Mungkin baru sebagian tidak semua, mungkin ada yang ketidaktahuan bukan tidak dilibatkan sama sekali, ada beberapa RT RW yang sudah tahu sebenarnya. Kalau dari wacana pendapat ketua dewan harus ada semacam sosialisasi kami akan tempuh juga soal keluhan masyarakat karena memang banyak kekhawatiran atau ketidakmampuan yang perlu kami sampaikan secara detail ,” terangnya.
Winarno membeberkan, selain alasan bisa mendapatkan cuan, saya tampung TPA Bangkonol saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurutnya, TPA Bangkonol masih bisa menampung 500 ton hingga 700 ton perhari namun baru dikirim 160 ton saja.
“Kalau pertimbangan bukan menerima atau menolak tapi sebenarnya awalnya surat permohonan dari Tangsel kemudian dijawab oleh Bupati kemudian ditindaklanjuti oleh Tim Kordinasi Kerjasama Daerah (TKKSD). Kalau bahasa saya kenapa menerima karena masih bisa menampung antara 500 ton sampai 700 ton perhari sedangkan hari ini baru 160 ton, itu alasannya,” tutupnya.
Penulis : Memed
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd