Beranda Opini Kepemimpinan Pancasila Solusi Permasalahan Bangsa

Kepemimpinan Pancasila Solusi Permasalahan Bangsa

Ilustrasi - foto istimewa harianmerapi.com

Dr. Budiana, Staf pengajar Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan di STAI/STKIP Syekh Manshur Pandeglang

 

Peran kepemimpinan, terutama kepemimpinan politik merupakan aspek strategis dalam masyarakat. Pada masyarakat yang menganut sistem demokrasi seperti di Indonesia, seorang pemimpin dipilih melalui sistem pemilihan berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam mengurus persoalan pemilu, Komisi Pemilihan Umum merupakan lembaga yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan proses pemilu, baik pemilihan legislatif; Dewan Perwakilan Rakyat,yang meliputi DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Daerah, dan Eksekutif; Presiden, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Pemilihan Umum telah melahirkan pemimpin-pemimpin dalam berbagai jenjang jabatan publik, ada yang berprestasi baik, dan ada pula yang terjerat kasus hukum, terutama kasus tindak pidana korupsi.Ironisnya, Lembaga Antirasuah, Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) mencatat sejak berdirinya sampai tahun 2019 telah memproses kepala Daerah tersangka korupsi. Data ini memunculkan sudut pandang bahwa moral kepemimpinan kepala-kepala daerah itu layak untuk dipertanyakan. Selain itu cara politik uang untuk mendapatkan kekuasaan, politik dinasti, keluarnya kebijakan-kebijakan yang kurang berpihak kepada masyarakat.
Disamping keharusan bertindak berdasarkan prinsip etika, tampak kitapun tidak bisa mudah terlepas dari variable lainnya, yaitu perkembangan teknologi informasi yang terjadi. Dan apakah majunya tingkat peradaban, dalam hal ini kemajuan pesat teknologi informasi itu berpengaruh baik terhadap kemajuan aspek moralitas manusia?. Pesatnya arus informasi yang kita alami di zaman modern untuk sebagiannya berpengaruh terhadap situasi moral kita hari ini.

Permasalahan Etika Sosial

Dari aspek susunannya manusia dapat dibedakan menjadi dua komponen jiwa dan raga. Merujuk pada pemikiran Aristoteles, jiwa manusia terdiri dari cipta, rasa dan karsa, sedangkan raga manusia terdiri dari zat mati, zat tumbuhan dan zat hewani. Dilihat dari kedudukannya, manusia dapat berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri juga dapat berdiri sebagai makhluk Tuhan. Dilihat dari aspek sifatnya, kita dapat membedakan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu; manusia memiliki sifat terutama bila dilihat dari kenyataan bahwa ia memiliki karakter kepribadian serta memiliki pendirian.

Sigmund Freud pernah mengatakan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat ego yang akan mewarnai karakter dan perilaku manusia sebagai makhluk individu. Sementara manusia sebagai makhluk sosial; sifat sosial terutama terlihat dari adanya keinginan manusia untuk hidup bersama dengan manusia lain, berkomunikasi, berbagi rasa dengan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon, yaitu makhluk yang senantiasa ingin hidup berkelompok.

Aristoteles juga menyampaikan pendapat bahwa manusia adalah homo politicus yang berarti bahwa manusia adalah makhluk politik.
Perbedaan di atas, antara manusia sebagai makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial melahirkan dua kutub paham mengenai manusia, yaitu paham individualisme dan kolektivisme. Disamping itu muncul pula pemilahan dari egoisme dan altruisme. Egoisme merujuk pada kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri tanpa peduli atas hukum dan kewajibannya. Sebaliknya altruisme berkenaan dengan ciri manusia untuk berbuat demi kepentingan orang lain.

Menurut Wahyudi Kumorotomo, Bahwa individualisme dan kolektivisme atau egoisme dan altruisme adalah dua kutub yang saling berhadapan. Tinjauan yang lebih adil menurutnya hanya dapat dilakukan apabila kita berada di tengah kedua titik ekstrem tersebut. Betapapun individu-individu yang hidup di tengah masyarakat tidak bisa lepas dari kepentingan sosial dan sebaliknya suatu sistem sosial tidak akan dapat dipahami tanpa mempelajari karakter individu-individu yang terdapat di dalamnya. Kesosialan manusia bukan sekedar tambahan situasi dari luar terhadap individualitas manusia yang sudah jadi, melainkan secara mendalam dan hakiki menentukan manusia dalam individualitas dan keperibadiannya yang khas.

Dalam pada itu, Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa manusia hanya memiliki eksistensi karena orang lain dan dia hanya dapat hidup dan berkembang karena adanya orang lain. Moralitas hanya akan berlaku sempurna dalam situasi dimana manusia berhubungan dan berkomunikasi dengan manusia lain.

Moralitas tidak akan banyak dibicarakan jika seseorang hidup di tengah rimba belantara tanpa pernah berhubungan dengan manusia lain. Dia dapat saja membunuh dengan keji atau membantai binatang-binatang liar tanpa mempedulikan kaidah-kaidah moral. Akan tetapi tindakan yang dilakukannya itu akan menyangkut etika sosial apabila ia melibatkan orang lain. Seandainya yang ia bunuh itu misalnya satwa langka, maka etika sosial berperan karena tindakannya membunuh tadi menyangkut perlindungan satwa langka ataupun konservasi alam.

Terkait dengan beberapa hal di atas, maka lingkungan sosial merupakan etalase yang memperlihatkan perilaku seseorang dalam masyarakat.Baik buruk perilaku seseorang akan menjadi penilaian bagi orang lain.
Pancasila sebagai etika kehidupan berbangsa.

Pancasila merupakan sumber moral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Etika kehidupan berbangsa telah diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaran Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001.

Dalam Tap MPR Nomor VI/MPR/2001 dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berfikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Rumusan tentang etika Kehidupan Berbangsa disusun dengan tujuan untuk memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.Etika kehidupan berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkeperibadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.

Selanjutnya, uraian etika kehidupan berbangsa seperti tertuang dalam TAP MPR Nomor VI/MPR/2001, terdiri dari ; Etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan dan etika lingkungan.

Terkait dengan etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanat masyarakat, bangsa dan negara.

Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai suatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika politik dan pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manifulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Kepemimpinan Pancasila

Kepemimpinan dalam masyarakat Indonesia harus dilandasi oleh nilai-nilai moral pancasila, karenanya keteladanan memegang peranan yang sangat penting dan menentukan. Salah satu aspek dalam kepemimpinan pancasila adalah sikap konsisten dan konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan pancasila. Selain

itu, semangat kekeluargaan merupakan unsur penting lainnya dari kepemimpinan pancasila. Seorang pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan membimbing. Prinsip yang harus dibangun dalam kepemimpinan pancasila adalah : “ing ngarso sung tulodo” yang artinya seorang pemimpin harus mampu lewat sikap dan perbuatannya menjadi suri tauladan yang baik dan diikuti oleh masyarakat yang dipimpinnya, “ ing madya mangun karso” artinya seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat bersuakarsa,dan berkreasi pada orang-orang yang dipimpinnya, “tut wuri handayani” artinya seorang pemimpin harus berani mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Menyadari sepenuhnya bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar Negara Republik Indonesia, pancasila merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Indonesia menjadikan pancasila sebagai landasan dalamaq kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kepemimpinan pancasila merupakan pedoman bagi pejabat dan elite politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manifulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Dari paparan di atas dapat dirumuskan kesepakatan, bahwa tujuan etika adalah memberitahukan bagaimana kita menolong manusia dalam kebutuhannya yang nyata yang secara susila dapat dipertanggungjawabkan kepada khalayak.

Tentu saja kepemimpinan pancasila sebagai model kepemimpinan tidak hanya baik dalam konsep tetapi buruk dalam implementasi. Pancasila tidak boleh diibaratkan seperti sebuah baju yang mahal, lantas karena mahalnya kita sayang untuk memakainya. Pancasila tidak boleh hanya baik dalam konsep saja akan tetapi harus terwujud dan berimplikasi sebagai nilai praksis dalam kehidupan nyata.

Pelanggaran-pelanggaran hukum, terutama kasus korupsi, ketidakpuasan masyarakat pada kebijakan-kebijakan elite politik mengindikasikan bahwa pancasila adalah teks hapalan, tetapi tidak menjadi kontekstual menjadi pedoman kehidupan nyata.Kepemimpinan pancasila adalah kepemimpinan yang berdasarkan, berjiwa, dan beramala pancasila, sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada budaya bangsa dan nilai-nilai kemajuan universal.

Nilai-nilai moral pancasila sebagai landasan kepemimpinan pancasila yang bersumber dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi; Keimanan dan Ketaqwaan, saling menghormati (toleransi), sila ke dua Kemanusiaan yang adil dan beradab; menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), sila ke 3 persatuan Indonesia; mengusung jiwa patriotisme, nasionalisme, persatuan dan kesatuan, bhineka tunggal ika, sila ke 4 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; musyawarah dan mufakat, sila ke 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; gotong royong, supermasi hukum.

Kepemimpinan pancasila merupakan model kepemimpinan nasional Indonesia yang yang harus diterapkan, sehingga menjadi bagian terdepan dalam rangka perbaikan Indonesia dari waktu ke waktu. Dan hari ini bagimana kita mampu menerapkan kepemimpinan pancasila dalam prespektif era global.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini