Fenomena meningkatnya jumlah pernikahan setelah Lebaran Haji atau Idul Adha bukanlah hal baru di Indonesia. Setiap tahun, Kantor Urusan Agama (KUA) di berbagai daerah mencatat lonjakan permintaan akad nikah pada bulan Dzulhijjah. Apa yang membuat momen ini begitu diminati?
Secara budaya dan spiritual, bulan Dzulhijjah dianggap sebagai salah satu bulan mulia dalam Islam. Banyak masyarakat percaya bahwa menikah di bulan ini membawa keberkahan, karena bertepatan dengan waktu pelaksanaan ibadah haji dan hari-hari besar seperti Idul Adha.
Beberapa riwayat menyebutkan bahwa pernikahan putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib terjadi pada awal bulan Dzulhijjah. Meski tidak semua ulama sepakat dengan waktu tersebut, kisah ini tetap menjadi inspirasi bagi sebagian umat Muslim.
Selain alasan religius, faktor praktis juga berperan. Libur panjang Idul Adha memberi waktu luang bagi keluarga besar untuk berkumpul, sehingga menjadi momen ideal untuk menggelar pesta pernikahan. Tak sedikit pula yang memanfaatkan momen ini untuk menghemat biaya, karena banyak vendor pernikahan menawarkan paket khusus pasca-Lebaran.
Meski tidak ada dalil khusus yang menetapkan waktu terbaik untuk menikah, para ulama sepakat bahwa mempercepat pernikahan adalah hal yang baik jika sudah siap secara lahir dan batin.
Seperti yang disampaikan Buya Yahya, “Pernikahan semakin cepat lebih bagus, kalau kita tunda sedikit sementara hajat orang sudah menguasainya maka bisa jadi masuk wilayah haram”.
Dengan kombinasi nilai spiritual, tradisi, dan kemudahan logistik, tak heran jika pasca-Lebaran Haji menjadi musim favorit untuk melangsungkan pernikahan di Indonesia.
Tim Redaksi