CILEGON – Kejaksaan Negeri (Kejari) Cilegon didampingi Inspektorat Kota Cilegon melaksanakan kegiatan Penerangan Hukum terkait pemanfaatan Rumah Restorative Justice (RJ) di aula kantor Kelurahan Randakari, Kecamatan Ciwandan pada Rabu (4/6/2025) kemarin.
Kepala Kejari Cilegon, Diana Wahyu Widiyanti mengungkapkan bahwa kegiatan itu merupakan tindak lanjut atas penandatanganan MoU Rumah RJ Kejari Cilegon terhadap 43 (empat puluh tiga) Kelurahan se-Kota Cilegon yang sebelumnya telah dilaksanakan pada tanggal 22 November 2024 silam.
“Adapun pembentukan Rumah Restorative Justice tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi Kantor Kelurahan sebagai rumah untuk mencapai kesepakatan perdamaian serta menghidupkan kembali budaya musyawarah yang mulai luntur di masyarakat khususnya Kota Cilegon,” ungkap Diana dalam rilisnya pada Kamis (5/6/2025).
Diketahui, keadilan restoratif sendiri merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan perdamaian, pemulihan kembali kepada keadaan semula dan bukan pembalasan.
“Kegiatan penerangan hukum terkait pemanfaatan Rumah Restorative Justice ini akan rutin dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Cilegon di semua Kelurahan se-Kota Cilegon,” imbuhnya.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dilaksanakan dengan azas keadilan, kepentingan umum dan proposionalitas.
Diana berharap, pembentukan Rumah RJ di setiap Kelurahan se-Kota Cilegon ini dapat menjadi sebuah rumah bagi aparat penegak hukum khususnya jaksa untuk mengaktualisasikan budaya luhur bangsa Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara.
“Proses pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat setempat, maka dalam hal ini Kejaksaan memandang diperlukan suatu ruang guna dapat menghadirkan Jaksa lebih dekat di tengah-tengah masyarakat untuk dapat bertemu dan menyapa aspirasi secara langsung dari tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat, menyelaraskan nilai-nilai tersebut dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia guna mengambil keputusan dalam proses pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” jelasnya.
Penulis : Gilang Fattah
Editor : Wahyudin