Beranda Pariwisata Kebijakan Penutupan Wisata Banten, BLC: Harusnya Gubernur Perhatikan Dampak Masyarakat

Kebijakan Penutupan Wisata Banten, BLC: Harusnya Gubernur Perhatikan Dampak Masyarakat

Gubernur BLC Afriman Oktavianus (kanan), Ketua PHRI Banten Ashok Kumar (tengah) dan anggota DPRD Banten Dede Rohana saat diskusi. (Iyus/BantenNews.co.id)

SERANG – Kebijakan penutupan sementara destinasi wisata di Provinsi Banten yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten, Wahidin Halim, makin hangat diperbincangkan. Dimana, sudut pandang pemerintah menilai kebijakan yang diambil demi melindungi masyarakat dari paparan Covid-19, namun di sisi lain para pelaku usaha dan pengelola wisata merasa dirugikan.

Gubernur Banten Lawyer Club (BLC), Afriman Oktavianus menilai, dalam mengeluarkan kebijakan, Gubernur terlebih dahulu memperhatikan akibat yang ditimbulkan.

“Instruksi Gubernur harus memperhatikan dampak (di masyarakat). Seharusnya Pemprov Banten melakukan upaya-upaya yang lebih populis dan berpihak ke rakyat khusunya para pelaku usaha dan pengelola wisata di Banten,” ujar Afriman saat menjadi narasumber pada diskusi Banten Viral dengan tema Corona dan Buka Tutup Tempat Wisata yang diselanggarakan Pokja Wartawam Harian dan Elektronik Provinsi Banten di Plaza Aspirasi, KP3B, Curug, Kota Serang, Rabu (19/5/2021).

Afriman juga menilai, pemerintah juga tak harus tergesa-gesa dalam membuat arah kebijakan. Khusunya dalam penutupan sementara destinasi wisata di Banten. “Sebenarnya ngga perlu ditutup, cukup dibatasi aja,” katanya.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provonsi Banten, Ashok Kumar menjelaskan, sektor wisata di Banten makin terpuruk dengan adanya kebijakan penutupan destinasi wisata oleh Gubernur Banten.

“Bayangkan, wisata (kita) sudah terdampak tsunami, baru mau bangkit ini ada wabah Covid-19. Jadi udah jatuh, ketimpa tangga, ketimpa cat lalu ketimpa koasnya,” kata Ashok.

Menurut Ashok, sektor wisata menjadi salah satu sektor yang rentan dengan keamanan. “Apalagi Covid-19 ini jadi pandemi global. Bagaimana ke depan ini? Siapa yang menjaga dan mengedukasi para pelaku wisata?,” ujarnya.

Pemerintah, lanjut Ashok, jangan hanya mengeluarkan kebijakan saja, tapi berdiam diri melihat para pelaku usaha wisata makin terpuruk.

“Ini kan ke depan (penutupan) sampai tanggal 30 Mei. Harus dilakukan pembinaan dan edukasi objek wisata. Destinasi wisata ditutup otomatis nggak ada orang yang wisata,” katanya.

Padahal, kata Ashok, PHRI tengah berupaya menjadikan objek wisata di Banten menjadi lokasi pariwisata terbaik dibanding provinsi lain.

“Kami siap menjadi daya dukung. Lebih dari Rp2 triliun kontribusi kita untuk provinsi dan kabupaten/kota,” tandasnya.

Sementara, Anggota DPRD Banten, Dede Rohana Putra mengaku secara pribadi dirinya tak setuju dengan penutupan destinasi wisata. Bahkan, dirinya juga mengaku mendapat keluham dari masyarakat dan para pelaku UMKM di lokasi wisata.

“Kalau menurut saya, kalau bijak Gubernurnya ngga perlu ditutup. Artinya dari awal pemerintah sampaikan ngga perlu ditutup,” kata Dede.

Politisi PAN itu juga menilai, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat untuk tetap membuka wisata tak mempunyai persiapan.

“Seharunya ketika Pak Menteri (Sandiaga Uno) membolehkan dibuka, langsung dia sampaikan ke hotel-hotel, kamu boleh buka, tapi harus ketat nih. Ke pemerintah bagaimana membuat jalur penyekatan, satu minggu sebelum Lebaran harus sudah dibuat rencananya,” jelasnya.

“Ini mah ngga ada persiapan. Giliran orang berbondong-bondong, panik. Ngga ada penyekatan, ngga ada pembatasan. Ini ngga baik, ngga ada kepastian hukum,” sambungnya.

(Mir/Red)

 

 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini