
SERANG – Polda Banten masih mengejar 21 warga yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada kasus protes berujung pembakaran kandang ayam milik PT Sinar Ternak Sejahtera (STS) di Kampung Cibetus, Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang.
“Masih ada 21 DPO, dari jumlah itu kami berhasil mengamankan dua (terbaru),” kata Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Dian Setyawan kepada wartawan, Selasa (4/6/2025).
Dua orang yang dimaksud oleh Dian, katanya ditangkap sekitar tiga minggu lalu. Ia enggan mengungkapkan idenititas para DPO karena khawatir akan sulit diburu Polisi.
“Ini akan kami kejar terus, untuk para pelaku ini mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya, ya untuk nama DPO nanti,” ujarnya.
Diketahui, saat ini ada 17 warga yang sudah ditetapkan jadi tersangka oleh Polda Banten terkait peristiwa pada 24 November 2024 lalu tersebut.
Lima di antaranya merupakan anak di bawah umur dan sudah dijatuhi hukuman selama enam bulan pengawasan. Sedangkan beberapa warga lain yang statusnya sudah naik jadi terdakwa, saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Serang.
Pendamping hukum warga dari Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), Rizal Hakiki menyayangkan sikap Polda yang enggan mengungkapkan identitas DPO. Menurut dia dengan tidak terbukanya informasi DPO membuat warga di Kampung Cibetus hidup dalam kekhawatiran.
Kata Rizal, para warga di sana masih tidak bisa hidup dengan tenang karena khawatir mereka jadi orang selanjutnya yang tiba-tiba ditangkap Polisi. Karena saat penangkapan para tersangka di bulan Februari saja, para warga ditangkap tanpa dipanggil untuk dimintai klarifikasi terlebih dahulu.
Beberapa dari mereka juga mendapatkan tindakan kekerasan dari Polisi saat penangkapan yang dilakukan tengah malam tersebut.
“Banyak warga yang sebenarnya tidak punya kepastian (hukum) makanya masih belum bisa beraktivitas secara normal. Mereka hidup dalam kecemasan,” kata Rizal.
Argumentasi Polisi tidak ingin membuka status DPO karena khawatir mereka kabur, menurut Rizal bukan alasan yang masuk akal karena Polisi dilengkapi berbagai kewenangan dan atribut untuk menangkap DPO yang kabur.
Pengungkapan identitas DPO yang kabur dinilai Rizal lebih bermanfaat karena bisa memberikan status hukum yang jelas bagi warga. Malahan, dengan status DPO yang dibuat gelap oleh Polisi dikhawatirkan timbul adanya kesewenang-wenangan.
“Kami khawatir menjadi ruang bagi aparat Polisi untuk melakukan penangkapan secara tebang pilih. Contohnya warga yang terakhir ditangkap saja katanya DPO tapi kami gatau apa emang betul DPO apa bukan,” tuturnya.
“Kekhawatiran penyalahgunaan wewenang dengan situasi status DPO yang tidak transparan dan akuntabel menurut kami berisiko dan berbahaya,” imbuhnya.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi