Beranda Uncategorized JRDP Nilai RUU Pemilu Dapat Bangkitkan Praktik Oligarki

JRDP Nilai RUU Pemilu Dapat Bangkitkan Praktik Oligarki

Ilustrasi - foto istimewa detik.com

SERANG – Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) menilai materi yang terkandung dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu yang kini tengah dibahas oleh DPR RI menjadi upaya membangkitkan kembali sistem oligarki.

Koordinator Daerah JRDP Kabupaten Lebak, Ade Buhori mengatakan, dari hasil kajian sementara Badan Pekerja JRDP terhadap RUU Pemilu dan yang menjadi bahan perdebatan adalah mengenai sistem pemilu. Proporsional tertutup dituding sebagai upaya mengembalikan kondisi oligarki  parpol yang pernah dipraktikkan oleh rezim orde baru.

“Sisi yang lain, proporsional terbuka diyakini sebagai penyebab utama dari maraknya praktik politik uang yang terjadi selama proses tahapan pemilu berlangsung. Apapun pilihan sistem pemilu yang akan diterapkan, tentu akan berdampak terhadap teknis kepemiluan serta beban kerja KPU dan Bawaslu,” kata Ade, Jumat (12/6/2020).

Ia menuturkan, sisi menarik tersebut masih menjadi bagian kecil karena kajian belum dilakukan secara menyeluruh. Agar komprehensif, JRDP membagi dua kluster pembahasan atas RUU tentang Pemilu. Pertama yang berkaitan dengan aspek politik elektoral dan kedua mengenai penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu.

“Pada aspek politik elektoral, JRDP sekiranya menemukan ada empat isu krusial yang layak diperdebatkan publik. Sebab, materi yang terkandung dalam RUU ini akan mempengaruhi perkembangan demokrasi serta dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara,” jelasnya.

Dipaparkan Ade, adapun empat isu krusial yang dimaksud terdiri atas yang pertama keserentakan pemilu nasional dan lokal. Kedua, mengenai pilihan sistem pemilu dengan proporsional terbuka atau proporsional tertutup. Ketiga mengenai parliamentary threshold yang dalam RUU ini ditetapkan sebesar 7 persen.

Dijelaskannya, parlementary tresshold atau ambang batas parlemen sendiri adalah batas bawah perolehan suara partai politik agar bisa masuk parlemen. Lalu isu krusial terakhir adalah tentang presidential threshold mencapai 20 persen kursi di DPR atau 25 persen akumulasi raihan suara nasional.

“Keempat isu inilah yang akan menjadi tarikan kepentingan para elit politik. JRDP hanya akan menelaah dari perspektif publik. Kajian atas RUU Pemilu ini akan dirampungkan JRDP paling cepat pada awal Agustus mendatang,” paparnya.

Sementara, anggota Badan Pekerja JRDP, Anang Azhari mengungkapkan, jika dibaca 741 pasal yang terkandung dalam draf RUU tentang Pemilu, tidak ada satupun pasal yang berubah mengenai lembaga penyelenggara pemilu. Padahal, pemilu 2019 lalu menimbulkan banyak evaluasi bagi internal KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Agar pembahasan RUU tentang Pemilu ini komprehensif, JRDP mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk juga fokus bicara mengenai penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu,” ungkapnya.

Pihaknya mengusulkan, untuk penguatan penyelanggara pemilu adalah membahas bagaimana peran Bawaslu diperkuat kewenangannya dalam menangani sengketa administrasi dan pidana pemilu. Di sisi KPU bagaimana agar mereka diberi kekhususan untuk mengurusi daftar pemilih. Sementara pada wilayah DKPP, ia menilai perlu ada pembatasan yang jelas ihwal apa yang dimaksud dengan pelenggaran etik para penyelenggara pemilu.

“Mulai Rabu depan, kami akan secara tematik membahas RUU ini dengan menghadirkan para pihak yang kompeten. Semoga Agustus selesai dan hasilnya bisa segera kami diskusikan dengan Komisi II DPR RI,” pungkasnya.

(Tra/Mir/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini