Beranda Peristiwa Ini Penjelasan MUI Terkait Pernikahan Sedarah

Ini Penjelasan MUI Terkait Pernikahan Sedarah

Ilustrasi - foto istimewa IDN Times

KAB. SERANG – Kasus pembunuhan wanita yang jasadnya ditemukan di area tumpukan sampah di pinggir Jalan Raya Laban – Cerukcuk, Kampung Jonjing, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang membuat geger masyarakat. Pasalnya pelaku yang tega melakukan hal itu adalah paman kandung sekaligus pasangan korban.

Cinta terlarang yang terjadi di antara mereka mendapat penolakan dari keluarga, namun hal itu tidak membuat cinta keduanya padam dan memutuskan untuk tinggal serumah hingga memiliki dua buah hati. Status pernikahan antara keduanya juga menjadi pertanyaan besar di masyarakat.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Serang, KH Tb Khudori Yusuf mengatakan pasangan yang masih memiliki hubungan darah itu tidak bisa dinikahkan baik secara pernikahan siri maupun pernikahan yang tercatat agama dan negara sebab pernikahan sedarah diharamkan oleh agama apapun tidak hanya dalam Islam.

“Mau siri atau tidak pernikahan ini tidak sah dan wajib dipisahkan. Pernikahan sedarah juga diharamkan oleh semua agama bukan hanya Islam,” jelasnya kepada BantenNews.co.id ketika dihubungi pada Selasa (2/8/2022).

Ia menyebutkan haramnya pernikahan sedarah tertuang dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 23 yang memiliki arti sebagai berikut:

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Lalu apakah proses perceraian berdasarkan hukum terhadap pasangan pernikahan sedarah bisa dilakukan?

Khudori mengatakan perceraian secara agama maupun hukum di antara keduanya tidak bisa dilakukan sebab pernikahannya yang merupakan pernikahan sedarah saja tidak sah.

“Jadi, ketika ada kejadian pernikahan sedarah yang sudah terlanjur, maka tidak perlu bercerai karena pada dasarnya pernikahan itu tidak sah,” kata Khudori.

Khudori menjelaskan legalnya pernikahan sedarah hanya berlaku pada zaman Nabi Adam, namun itupun tidak boleh menikahi saudari kembarnya. Pernikahan sedarah kala itu terjadi karena penduduk di bumi tiada lain selain keluarga Nabi Adam.

“Kemudian tradisi tersebut diubah oleh Allah Taala seiring dengan perkembangan jumlah keluarga di bumi, hingga akhirnya tidak lagi diperkenankan menikahi saudari kandung. Di zaman Nabi Nuh As, menikahi anak perempuan dari saudara laki-lakipun sudah dilarang. Begitu juga di zaman Nabi Isa As. Keharaman ini sampai hari kiamat,” kata Khudori.

(Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini