Beranda Opini Indonesia Darurat Corona

Indonesia Darurat Corona

Ilustrasi virus Corona - foto istimewa waspada online

Oleh : Yollanda Wulandari Nong Banten 2018

Beberapa bulan terakhir ini,pemberitaan Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) menjadi teramat sering kita dengar,virus yang menyerang sistem pernapasan ini lebih sering kita sebut dengan sebutan COVID-19. Nah apabila kita perhatikan,virus corona ini menjadi wabah yang sangat menakutkan bagi manusia.

Mengapa begitu ? Tentunya seperti yang sudah kita ketahui, virus ini bisa menyerang siapa saja. Ini merupakan salah satu realitas yang paling menakutkan, virus ini bisa menjangkiti dan menginfeksi siapa saja. Dengan tidak memandang ras, suku, ethnic, negara, agama, jenis kelamin, usia, dan lain sebagainya. Dan yang lebih parah lagi, virus ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, bahkan sampai kematian.

Walaupun bisa dibilang persentase kematiannya tidak terlalu besar,tapi resiko kematian inilah yang paling ditakuti oleh banyak diantara kita. Dengan semua resiko ini, maka hanya penanganan yang baik, jujur dan komprehensiflah yang kita butuhkan dan andalkan dari pemerintah dan instansi kesehatan yang kompeten dibidangnya.

Di Indonesia, wabah Covid-19 nampaknya telah menjadi momok yang siap menghantam kepercayaan publik terhadap pemerintah karena dinilai tidak melakukan langkah penanggulangan yang baik terhadap wabah tersebut.

Desiran ketidakpercayaan tersebut kemudian semakin menjadi-jadi setelah viralnya berbagai video pasien terduga Covid-19 atau pasien dalam pengawasan (PDP) justru tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya layaknya pasien khusus. Kemudian disusul lagi pernyataaan dari salah seorang PDP yang juga mengaku ditelantarkan dan tidak diberikan pengawasan yang seharusnya ketika telah diberikan surat rujukan oleh Rumah Sakit didaerahnya. Padahal, jika mengacu pada protokol penanganan yang ada, sudah seharusnya PDP tidak boleh dibiarkan sendiri tanpa pengawasan ataupun isolasi.

Terlebih lagi, beredar video IGTV milik Youtuber ternama Deddy Corbuzier di akun instagram pribadinya @mastercorbuzier. Video ini sudah ditonton berjuta juta orang, didalam video tersebut Master Deddy Corbuzier menguak fakta getir terkait penanganan Covid-19 di Indonesia.

“ i am not stupid sharing hoax. I use my power of media sharing fact.” Pungkas Deddy di postingan instagram pribadinya bersama Juru Bicara Pemerintah terkait Covid-19 Achmad Yurianto dalam tayangan podcast “close the door corbuzier” . Tentunya dengan beredarnya video tersebut, sontak membuat masyarakat makin gelisah dengan wabah Covid-19 yang sedang menghantui dunia pada saat ini.

“ Kita menyadari betul bahwa beberapa rumah sakit, dia menjaga citranya jangan sampai ketahuan orang bahwa saya (RS) merawat Covid-19. Kalau ketahuan, nanti pasien lain tidak akan mau datang, this is business”. Pada kenyataannya banyak sekali Rumah Sakit yang menolak kasus ini tutur Achmad Yurianto. Tentu saja, hal ini melanggar peraturan perundang-undang yang berlaku, video tersebut juga menguak fenomena Rumah Sakit yang telah menjadi komoditi bisnis di Indonesia.

Dan faktanya, pemerintah sebelumnya memang telah mengetahui fenomena bahwa terdapat Rumah Sakit yang menolak pasien Covid-19.
Akan tetapi, ini bukan lagi berkaitan dengan kurangnya kemampuan Rumah Sakit untuk menangani virus tersebut, melainkan karena alasan bisnis. Rumah Sakit terkait takut untuk merawat pasien Covid-19 karena dikhawatirkan akan mengurangi pengunjung pasien lainnya. Dengan fakta bahwa Covid-19 adalah virus yang sangat menular dengan cepat, tentunya alasan ini bisa terbilang sangat masuk akal.

Respon dari Rumah Sakit terkait yang menolak merawat pasien Covid-19 ini tentunya melanggar kode etik profesi atau etika profesi, yang mana seharusnya menunjukkan suatu sikap etis yang dimiliki seorang profesional sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam mengembang tugasnya serta menerapkan norma-norma etis umum pada bidangnya yaitu kesehatan.

Walaupun demikian, faktanya fenomena ini juga tidak hanya terjadi di Indonesia. Kasus penolakkan penanganan pasien Covid-19 juga terjadi di Negara Pakistan. Diketahui kisahnya, salah seorang warga Pakistan yang bernama Shahjeb Ali Rahuza, pria ini baru saja kembali dari Wuhan, Tiongkok yang diketahui positif Covid-19.

Namun getirnya, menurut saudaranya yang bernama Ershad, setelah melihat kondisi Shahjeb, dokter justru menguncinya di sebuah ruangan dan meninggalkannya begitu saja. Selain terjadi di Pakistan, Amerika Serikat (AS) juga membatasi tes Covid-19 di sejumlah RS karena didasari oleh beberapa alasan, seperti kurangnya fasilitas medis yang memadai.

Namun, walaupun kasus penolakkan tes ataupun perawatan Pasien Covid-19 ini telah menjadi fenomena yang bisa terbilang umum, kasus ini tentu saja tidak dapat dipandang sebagai hal yang lumrah. Terlebih lagi, alasan berbagai RS di Indonesia yang menolak pasien Covid-19 bukanlah alasan yang dapat diterima, seperti kurangnya fasilitas medis, melainkan bermotif bisnis, yakni adanya ketakutan akan terjadi penurunan pengunjung Rumah Sakit jika diketahui merawat pasien Covid-19.

Karena ketakutan itulah, Pemerintah Indonesia enggan untuk menyebutkan nama-nama Rumah Sakit di luar Rumah Sakit rujukan oleh Pemerintah. Contohnya Rumah Sakit swasta seperti yang diungkapkan oleh Juru Bicara Pemerintah terkait Covid-19, Achmad Yurianto.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepentingan pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat telah kalah oleh motivasi bisnis institusi kesehatan. Karena fenomena penolakan RS terhadap pasien Covid-19 ini memang merupakan persoalan bisnis dalam aktivitas ekonomi yang merujuk pada untung-ruginya suatu putusan.

Konteks ini juga semakin kian dirasa dengan pemerintah yang lebih memilih solusi alternatif, yakni mengubah dua fasilitas milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu RS Pertamina Jaya dan Hotel Patra di Jakarta menjadi RS Khusus untuk menampung pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19. Selain itu, 4 Tower Wisma Atlet Kemayoran Jakarta juga dijadikan sebagai Rumah Sakit darurat Penanganan Covid-19. Keempat Tower tersebut digunakan untuk ruang isolasipasien, laboratorium serta ruang radiologi.

Tidak ketinggalan, pemerintah juga membangun dan merenovasi fasilitas kesehatan di Pulau Galang, Kepuluan Riau dan menyiapkan Pulau Sebaru di Kepulauan Seribu untuk lokasi isolasi penderita corona yang akan ditargetkan bisa digunakan mulai akhir Maret atau awal April 2020. Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien yang terjangkit, marilah kita bersama sama melawan virus corona dengan cara mencegah penyebaran Covid-19 secara bersama, yaitu dengan bekerja, belajar, dan beribadah dirumah aja.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini