KAB. SERANG – Hari Anak Nasional (HAN) 2025 dirayakan dengan kewaspadaan di Kabupaten Serang. Di tengah upaya memperkuat perlindungan terhadap anak, pemerintah daerah mencatat masih tingginya angka kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual.
Kepala Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKBP3A) Kabupaten Serang, Encop Suplikah, menyebutkan hingga pertengahan Juli 2025 terdapat 68 kasus kekerasan terhadap anak.
Dari jumlah itu, kata Encop, 10 di antaranya menimpa anak, sementara sisanya melibatkan korban perempuan dewasa. Mayoritas kasus adalah kekerasan seksual, dengan korban didominasi anak-anak berusia di bawah 15 tahun.
“Kasus perundungan memang tidak banyak, tapi kekerasan seksual masih cukup tinggi,” kata Encop, Rabu, (23/7/2025).
Meski jumlah laporan relatif menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 158 kasus, Encop menilai angka ini belum bisa dijadikan indikator keberhasilan mutlak.
Penurunan, kata dia, bisa jadi hasil dari keberanian korban untuk melapor yang didorong oleh upaya sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat.
“Alhamdulillah sekarang korban sudah mulai berani bicara. Kita dorong terus agar mereka tidak takut lagi (untuk melapor),” tuturnya.
DKBP3A, lanjut Encop, menggencarkan sosialisasi melalui berbagai jalur, termasuk melalui kader KB dan petugas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat desa dan kecamatan. Sosialisasi juga dilakukan dari rumah ke rumah serta bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
“Kita tekankan juga pentingnya edukasi sejak dini. Anak-anak harus tahu bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh,” kata Encop.
Di lingkungan sekolah, DKBP3A menggandeng dinas pendidikan untuk menggelar bimbingan teknis dan pembentukan kelompok sebaya seperti Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja.
Menurutnya, pendekatan terhadap anak lebih mudah ketimbang terhadap orang tua yang masih kerap memendam persoalan kekerasan dalam keluarga.
Dalam upaya pencegahan, DKBP3A juga menyoroti penggunaan telepon genggam oleh anak. Akses tanpa pengawasan terhadap konten daring dinilai menjadi salah satu pemicu munculnya pelaku kekerasan usia dini.
“Banyak anak sekarang bisa mengakses video secara online, itu jadi pemicu juga. Makanya kami mendorong sekolah dan orang tua untuk membatasi penggunaan ponsel,” jelasnya.
Encop berharap kasus kekerasan terhadap anak tidak lagi meningkat pada paruh akhir tahun ini.
“Mudah-mudahan dengan sosialisasi dan pendampingan yang terus kita lakukan, angka ini bisa ditekan,” tukasnya.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo