SERANG – Festival Teater Banten (FTB) ke-3 dipastikan berlangsung pada 18–20 September 2025 di Plaza Aspirasi, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Agenda tahunan ini sebelumnya dijadwalkan pada awal September, namun diundur ke pertengahan bulan.
Mengusung tema “Silang Ruang”, festival yang digagas Koalisi Pelaku Teater Banten itu menyoroti dinamika ruang urban dan pluralitas masyarakat di Banten.
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
“Tema ini merupakan refleksi dari Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi Banten, yang menjadi lokasi penyelenggaraan festival kita kali ini di Plaza Aspirasi KP3B,” ujar Ketua FTB 3, Imaf Maftuhi, Selasa (16/9/2025).
Imaf menjelaskan, konsep tersebut berupaya melihat kota sebagai ruang inklusif. Sebuah ruang tempat gagasan, kreativitas, dan budaya berkelindan, sementara teater menjadi medium untuk menyatukan keragaman itu.
Selama tiga hari pelaksanaan, FTB 3 akan diwarnai beragam kegiatan. Festival dibuka dengan panggung tumpah ruah yang menampilkan musik, tari, mural langsung, hingga atraksi komunitas BMX. Pameran seni rupa dan bazar UMKM serta komunitas kreatif juga akan turut meramaikan.
“Sebagai inti acara, setiap malam akan dihadirkan pertunjukan teater dari kelompok terkurasi FTB 2025. Setelah pementasan, akan ada diskusi publik bersama tim pengamat yang berkompeten di bidangnya,” tuturnya.
Selain menghadirkan teater dari kelompok dewasa, festival ini juga memberi ruang bagi karya anak-anak. Eksibisi teater anak yang dipersembahkan oleh pecil teater binaan Kampung Pekijing menjadi bagian dari upaya regenerasi penonton sekaligus pelaku seni.
FTB 3 juga membuka workshop bagi pelajar. Kegiatan ini meliputi pelatihan teater serta workshop bahasa isyarat yang bekerja sama dengan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin).
Selain menghadirkan pementasan, FTB 3 turut memantik wacana menjadikan Plaza Aspirasi sebagai ruang ekspresi budaya yang berkelanjutan. Untuk itu, festival menggelar dialog publik bersama Bidang Kebudayaan Provinsi Banten, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta pelaku budaya setempat.
“Festival ini ditargetkan akan dihadiri sekitar 1.400 audiens setiap harinya, yang terdiri dari siswa SMP dan SMA, mahasiswa, masyarakat umum, hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) Provinsi Banten,” katanya.
Dalam penyelenggaraan tahun ini, panitia menghadirkan tiga tokoh pengamat seni, yakni Rachman Sabur, Krisna Aditya, dan Arip Senjaya. Ketiganya akan memberikan penilaian sekaligus refleksi pementasan melalui ruang diskusi.
“Diskusi bersama para pengamat akan digelar selama tiga malam berturut-turut 18–20 September 2025,” ucapnya.
Diskusi tersebut akan diawali dengan pementasan teater hasil kurasi. Sepuluh peserta yang lolos kurasi dijadwalkan tampil secara bergiliran selama tiga hari. Imaf berharap forum ini dapat menjadi wadah refleksi bersama, ruang tukar pandangan, sekaligus memperkuat ekosistem teater di Banten.
“Masing-masing pengamat memiliki latar belakang yang berbeda-beda, yaitu dari praktik teater, komunitas, hingga dunia akademik. Keragaman ini tentu akan memberikan sumbangsih warna tersendiri bagi FTB di tahun ini,” ujarnya.
Rachman Sabur dikenal sebagai pendiri sekaligus sutradara Teater Payung Hitam. Lebih dari seratus pementasan telah ia garap, termasuk tampil di sejumlah festival internasional, seperti Brisbane Powerhouse, Australia (2005), dan Kampnagel Festival, Jerman (2003).
Adapun Krisna Aditya, praktisi teater yang pernah berkarya bersama Teater Tanah Air, mendirikan Teater 21 April, dan kini menjabat sebagai Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta.
“Sedangkan, Arip Senjaya, seorang akademisi FKIP Untirta sekaligus pengamat seni. Ia dikenal melalui tulisan-tulisannya yang terbit di media lokal maupun nasional. Ia juga produktif menulis buku-buku sastra dan pendidikan. Bukunya yang berjudul Golok dan Bukan Golok di tahun 2022 berhasil meraih penghargaan Literasi Terapan Perpusnas,” pungkasnya.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi
