Beranda Peristiwa Fakta Lain Kasus Pengurukan Sungai di Kronjo: Lahan Dijual Paksa, Pembayaran Belum Lunas

Fakta Lain Kasus Pengurukan Sungai di Kronjo: Lahan Dijual Paksa, Pembayaran Belum Lunas

Rajudin (tengah) saat mengadu ke komisioner Ombudsman. (Saepulloh/bantennews)

KAB TANGERANG — Dugaan pelanggaran terkait aktivitas pengurukan tiga sungai di Desa Muncang dan Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, mengungkap fakta baru. Selain adanya dugaan intimidasi, pembebasan lahan milik warga untuk kepentingan pengembang ternyata masih menyisakan masalah.

Warga mengaku terpaksa menjual lahannya. Namun, mereka belum menerima pembayaran penuh dan menyatakan baru menerima 50 persen dari total transaksi jual-beli.

Hal ini diungkapkan salah satu warga, Rajudin, di hadapan Komisioner Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Ombudsman Banten, serta Bupati Tangerang Moch Maesyal Rasyid.

Mereka meninjau lokasi sungai yang sebelumnya sempat diurug sekaligus menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) pada Selasa (23/9/2025) kemarin.

Rajudin menyayangkan absennya peran pemerintah pusat hingga daerah ketika warga merasa terdesak dan terpaksa melepaskan lahan mereka kepada pengembang, termasuk milik keluarga Rajudin.

Sebelum dijual, di sekeliling lahan milik orang tuanya di Desa Muncang diuruk oleh pengembang. Dampaknya lahan tersebut tidak bisa digarap, setahun kemudian terpaksa akhirnya dilepas ke pengembang karena sudah tak bisa digarap. Tindakan tersebut diakui warga sebagai bentuk intimidasi.

“Jadi saya minta kepada bapak Maesyal kalau harus ada transaksi ulang, kita transaksi ulang agar saling sepakat pak,”ujar Rajudin saat berbincang dengan Yeka dan Maesyal

Rajudin tak menyebutkan, total luas lahan yang dijual. Tetapi proses penjualan lahannya mencapai Rp6,2 miliar dengan harga Rp50 ribu per meter. Dari total tersebut, pihaknya baru menerima sekitar Rp3,1 miliar.

Padahal kata dia, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di wilayah tersebut sekitar Rp100 ribu. Selain keluarganya, beberapa bulan lalu diakuinya warga lainnya merasakan hal yang sama. Namun ia tak tahu persis kondisinya saat ini.

Baca Juga :  Pengangkatan Pejabat Pemprov Banten Dinilai Sudah Penuhi Prosedur

Aktivis nelayan dari Serang Utara Kholid Miqdar turut hadir dalam kesempatan tersebut. Ia juga sempat menyoroti peran pemerintah saat pengembang melakukan pembebasan lahan.

Ia menegaskan, kehadiran pemerintah cukup penting agar pengembang tidak bertindak semena-mena kepada warga saat menjalankan usahanya. Tindakan mereka melakukan pengurukan sungai dinilai sudah tidak mengindahkan rona lingkungan karena tidak diawasi oleh pemerintah.

“Bagaimana tata ruang awalnya. Jangan-jangan ini awalnya tata ruangnya petani dan nelayan ruang hijau, tapi dia tidak mengindahkan hukum tata ruang itu. Mereka semena-mena bikin sesuatu yang bertentangan dengan rona lingkungan,” tegas Kholid.

“Artinya pihak pemerintah harus mengkaji detail juga persoalan itu. Dari tata ruangnya, hubungan sosialnya, ekonomi dan politiknya,” tambah Kholid.

Merespon pernyataan Kholid, Maesyal menegaskan, aturan tata ruang sudah diatur dalam peraturan daerah. Ia menegaskan, pemerintah tidak mungkin gegabah melakukan perubahan dari status dari hijau ke kuning atau ke status lainnya.

Penetapan status tata ruang wilayah sudah ditentukan berdasarkan peruntukan rencana detail tata ruang wilayah (RTRW).

“Saya yakinkan bahwa ini tidak terjadi, kita tidak salah memberikan izin-izin,” ungkap Maesyal.

Terkait aktivitas jual beli, Maesyal menegaskan pemerintah tidak bisa masuk ke ranah tersebut karena hal itu merupakan hak antara pembeli dan penjual. Namun pemerintah memiliki peran berupa menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan NJOP yang bisa dijadikan dasar harga nilai jual tanah.

“Untuk pelaksanaan jual beli disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi disitu (di wilayah red) dan juga antar penjual dan pembeli. Kita gak bisa masuk ke situ, kalau sosialisasi kita sudah kepada masyarakat. Ini PBB yang sudah kita terbit kan, terus besaran NJOP yah,”jelasnya.

Baca Juga :  Gempa Cianjur, 162 Orang Meninggal dan Ribuan Bangunan Rusak Parah

Selian proses pelepasan lahan yang diduga bermasalah. Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, pemilik lahan melakukan proses jual beli lahan diduga dengan kepala desa. Pembebasan lahan tersebut disebut bagian dari pengembang Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Informasi tersebut sempat disinggung oleh Yeka kepada Maesyal. Ia menanyakan langkah pemerintah bila aktivitas jual beli lahan tersebut dilakukan warga dengan kepala desa, namun tak kunjung dilunasi.

“Pak Bupati kalau kondisinya seperti sekarang, kepala desa sudah jelas dia yang bayar terus gak full, terus apa kira-kira peran pemerintah daerah,” tanya Yeka.

“Nanti kita panggil kepala desanya,” jawab Maesyal.

Kasus pengurukan sungai Kali Malang, Muara Selasih dan Kali Gunung Kanjen di Desa Muncang dan Kronjo diungkap oleh Ombudsman. Lembaga ini menemukan adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Pemkab Tangerang dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) C3.

Bentuk maladministrasi itu berupa pengabaian kewajiban hukum atas aktivitas pengurukan yang dilakukan kontraktor pengembang.

Aktivitas pengurukan terungkap pada Desember 2025 lalu, dimana sungai atau aliran air yang diuruk hampir 4 kilometer dengan lebar sekitar 20 hingga 10 meter sudah rata dengan tanah.

Sungai yang sebelumnya rata dengan tanah, urukan kini telah diangkat kembali. Kasus ini mencuat bersamaan dengan kasus pagar laut di kecamatan Pakuhaji.

Kepala Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi mengatakan, dua perusahaan tersebut telah memiliki perizinan berupa Persetujuan Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR). Kedua perusahaan yakni PT Agung Makmur Selaras dan PT Genta Pandu Sentosa.

Terkait aktivitas pengurukan, kedua perusahaan ini menunjuk PT. Bangun Karya Persada Nusantara.

“Ada dua perusahaan dan kayaknya mereka menggunakan kontraktor untuk melakukan pengelolaan (pengurukan)”ujar Fadli di Kronjo, Selasa (23/9/2025).

Baca Juga :  Drainase Buruk, Lingkungan Pamarican Banten Lama Kebanjiran

Penulis: Saepulloh
Editor : TB Ahmad Fauzi