Beranda Nasional Fahri Hamzah Sebut Partai Oposisi di DPR Memble

Fahri Hamzah Sebut Partai Oposisi di DPR Memble

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Anis Matta (kanan) bersama Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah (kiri) menunjukan nomor urut tujuh saat penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 di Halaman KPU, Jakarta, Rabu (14/12/2022). [ANTARA FOTO/Galih Pradipta].

JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora, Fahri Hamzah, menyebut DPR RI periode 2019-2024 melempem dalam memberikan kritik pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan pemerintah.

Kritisi mantan politikus PKS itu lebih tertuju pada partai politik yang mengaku sebagai oposisi.

“Masa saya yang harus begitu, kritik ke Pak Jokowi. Mendingan saya kritik DPR dan DPD RI, eh kenapa kamu enggak kuat, katanya oposisi kenapa memble,” kata Fahri kepada wartawan, Senin (6/3/2023).

Menurutnya DPR saat ini berbeda dengan ketika dirinya masih menjadi anggota DPR RI, bahkan saat duduk sebagi wakil ketua DPR RI.

Ia menyebut saat masih duduk sebagai wakil rakyat memiliki amanat dan kewajiban untuk kritis terhadap pemerintah.

Tugas wakil rakyat kata Fahri, mengawasi dan mengkritik pemerintah agar semakin sesuai dengan harapan rakyat.

“Karena itu kerjaan saya dan kerjaan itu juga disertai dengan diberikannya imunitas kepada saya. Jadi kalau dulu, orang bilang wah ini Fahri berani banget kritik KPK, kritik Pak Jokowi. Bukan berani, harus. Dan saya oleh negara dikasih kekebalan supaya omongan saya enggak dipidana (saat jadi anggota DPR),” tuturnya.

Lebih lanjut di sisa masa periode DPR RI saat ini, Fakhri berharap para dewan semakin kritis kepada Presiden dan pemerintah.

Menurutnya, jangan sampai justru rakyat yang menjadi oposisi pemerintah, sementara DPR RI tidak bekerja menyampaikan aspirasi rakyat.

Adapun terakhir, Fahri menilai, anggota dewan yang memiliki pendapat berbeda dengan fraksinya, seharusnya tidak boleh dihukum.

Ia berpandangan, hubungan antara anggota dan fraksi adalah hubungan etik, sehingga Anggota DPR RI baru bisa dihukum oleh fraksinya ketika melanggar hukum atau etika jabatan.

“Saat seorang kader partai menjadi pejabat publik, berarti mereka sudah pindah ke dalam ruang negara, diatur oleh hukum publik, dan mendapat gaji dari rakyat. Berbeda dengan anggota partai yang tidak menjadi pejabat publik. Ranah anggota partai yang bukan pejabat publik adalah di internal partainya,” pungkasnya. (Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News