SERANG – Pihak PT Newland Steel (NS) menyayangkan lolosnya dua warga negara asing (WNA) asal China Li Shuzen dan Ke Wenxian dari tuntutan hukum kasus penggelapan mesin las yang bernilai miliaran rupiah. Proses hukum kasus ini berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Menurut kuasa hukum PT NS, Suradi Rahmat, dari Kantor Hukum Haposan Hutagalung dan Partners putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang yang diketuai Nelson Angkat pada Kamis 31 Agustus 2023 lalu tidak memberikan rasa keadilan bagi korban.
Selain itu, putusan tersebut dinilai sudah mengaburkan fakta persidangan, dan terkesan berpihak pada dua Terdakwa, sehingga menguntungkan kedua terdakwa yang merupakan karyawan PT Jakarta Mesh Indonesia (JMI).
“Putusan terhadap kedua terdakwa sangat tidak memberikan keadilan bagi kami selalu korban. Kami sangat kecewa terhadap putusan tersebut,” kata Suradi melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/9/2023).
Suradi mengungkapkan, pertimbangan majelis hakim yang menyatakan perkara tersebut bukan masuk ranah pidana sangat tidak dapat diterima. Pertimbangan majelis hakim karena perkara tersebut melanggar perjanjian jual beli dan sewa menyewa tidak dapat diterima akal sehat.
Sebab, pada faktanya perjanjian jual beli tersebut telah batal karena pihak PT JMI tak kunjung melunasi pembayaran pabrik yang berlokasi di Kawasan Modern Cikande, Kabupaten Serang tersebut. Selain itu, perjanjian sewa menyewa pabrik antara PT NS dan JMI sudah berakhir saat mesin las tersebut dipindahkan, dibawa keluar area pabrik atas perintah kedua terdakwa, dan tidak dikembalikan ke PT NS.
“Mesin itu dipindahkan saat perjanjian sewa menyewa sudah berakhir. Ini artinya apa? Tidak ada dasar lagi keperdataan dalam kasus itu karena perjanjian jual beli sudah batal dan sewa menyewa pabrik sudah berakhir,” ungkap Suradi.
Suradi membantah pertimbangan majelis hakim yang menyatakan bahwa pihak PT NS yang tidak serius dan tidak ingin melanjutkan proses jual beli pabrik. Ia justru menuding balik bahwa PT JMI lah yang tidak serius tidak melunasi sewa dan malah pulang ke China.
“Masa kami tidak serius? Kami malah ingin proses jual beli ini beres bukan malah berlarut-larut,” ungkap Suradi didampingi kuasa hukum PT NS lainnya, M Yudha Prawira.
Suradi menjelaskan, proses transaksi yang tidak kunjung selesai tersebut membuat PT NS memberikan keringanan kepada PT JMI untuk melunasi pembelian pabrik. Akan tetapi, dari waktu yang diberikan hingga proses sewa menyewa, PT JMI tak kunjung melunasi pembayaran.
Bahkan, PT JMI seakan mau menguasai pabrik dan kedua karyawannya ketahuan memindahkan mesin las tanpa izin dan sepengetahuan PT JMI.
“Mereka (PT JMI) berada di PT NS disaat perjanjian sewa menyewa sudah habis, kami bahkan sempat melakukan somasi terhadap tindakan PT JMI tersebut,” ungkap Suradi.
Suradi mengungkapkan, alibi kedua terdakwa yang menyatakan bahwa mesin itu rusak dan butuh perbaikan di PT PMW tidak dapat diterima. Sebab, pada kenyataannya mesin bukan diperbaiki akan tetapi digunakan untuk kepentingan produksi.
“Saksi dalam persidangan mengatakan itu dalam produksi (mesin digunakan), jika ada kerusakan bisa diperbaiki disitu juga (area PT NS) dan itu sangat-sangat bisa. Itu sudah berlangsung beberapa tahun,” kata Suradi.
Suradi mengatakan, mesin las seharga Rp 2 miliar itu berada selama tujuh bulan di PT PMW. Mesin tersebut kemudian ditaruh lagi ke pabrik setelah PT NS membuat laporan polisi di Mapolda Banten dan dalam keadaan sita ,dan tidak ada perdamaian dalam hal ini.
“Tujuh bulan lebih di sana, lebel mesinnya juga hilang. Jika memang diperbaiki kenapa lebel hilang dan berbulan-bulan berada di PT PMW,” ujar Suradi.
Suradi juga mengungkapkan, pihaknya meminta keadilan terhadap kedua terdakwa tersebut agar dihukum sesuai dengan perbuatannya, bukan hanya terbukti keperdataannya.
“Sebagai korban, yang bersalah disitu harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, dan kami melihat ini adalah pidana sesuai dengan dakwaan yang menonjol itu 372 (KUHP) dan 363 KUHP. Oleh karena itu jika dibilang terbukti sebagai perdata kami sangat tidak setuju, karena dalam fakta tidak seperti itu,” tutur Suradi.
Sebelumnya Majelis Hakim yang diketuai Nelson Angkat menyatakan terdakwa Li Shuzen dan Ke Wenxiang tak terbukti melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana dalam dakwaan tuntutan JPU Kejati Banten.
Dalam amar putusan yang dibacakan hakim, alasan kedua terdakwa tak terbukti bersalah, lantaran perkara tersebut masuk dalam lingkup keperdataan, bukan pidana umum. Perbuatan terdakwa melakukan pelanggaran perdata Pasal 1320 KUH Perdata. (Red)