KAB. SERANG – Produksi padi di Kabupaten Serang sepanjang musim panen 2025 melampaui target. Namun, petani tetap dihantui oleh tengkulak bermodal tipis.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Serang mencatat, puncak panen terjadi pada April dan Mei lalu, dengan total luasan lahan panen mencapai 26.000 hektare.
Kepala DKPP Kabupaten Serang, Suhardjo mengungkapkan, terdapat dua persoalan yang kian bergulir.
Pertama, gabah hasil panen petani tak seluruhnya terserap masyarakat lokal dan harga jual di lapangan masih kerap dipermainkan pembeli di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“April kami panen sekitar 14.000 hektare, Mei 12.000 hektare, dan Juni ini 7.000 hektare. Sangat mencukupi untuk kebutuhan pangan lokal,” kata Suhardjo, Jumat, (13/6/2025).
Meski demikian, hasil panen sebagian besar justru dibeli oleh pedagang dari luar daerah.
“Yang beli banyak dari Karawang, Indramayu, bahkan Lampung. Kita tidak tahu apakah hasil panen itu dikonsumsi warga Serang atau tidak, karena pembelinya bukan hanya lokal,” ucap Suhardjo.
Kedua, distribusi yang tak merata ini membuat surplus pangan tak otomatis menjamin ketersediaan lokal dalam jangka panjang.
“Tapi untuk cadangan daerah, kami masih cukup. Produksi rata-rata 6–7 ton per hektare,” imbuhnya.
Di sisi lain, Suhardjo mengungkap masih adanya praktik pembelian gabah di bawah HPP, yakni Rp6.500 per kilogram.
Padahal, kata dia, pemerintah bersama Bulog telah menyiapkan dua skema pembelian untuk menjamin harga tetap stabil di tingkat petani.
“Ada yang dibeli langsung oleh Bulog, atau melalui penggiling lokal (maklon) lalu berasnya dibeli Bulog seharga Rp12.000. Tapi di luar itu, masih ada yang bermain harga. Beli di bawah HPP,” ujarnya.
Ia menyebut praktik ini sebagai “curi-curi” harga yang dilakukan oleh oknum pembeli dengan membeli masih dibawah HPP telah telah ditetapkan..
“Kami minta masyarakat lapor kalau ada pembelian di bawah Rp6.500. Nanti kami koordinasi dengan Bulog untuk langsung turun (ke lapangan),” tegasnya.
Meski pemerintah mengklaim kesejahteraan petani meningkat seiring skema baru yang juga memberdayakan penggiling padi lokal, kontrol di lapangan masih menjadi tantangan utama yang perlu diperhatikan lebih teliti.
“Kita ingin petani dan penggiling sama-sama untung. Tapi kalau pembeli seenaknya main harga, itu yang merusak,” tukasnya.
Penulis: Rasyid
Editor: Tb Moch. Ibnu Rushd