Beranda Artis Djaja Bersaudara, Pelukis Banten Jadi yang Pertama Berpameran di Stedelijk Museum

Djaja Bersaudara, Pelukis Banten Jadi yang Pertama Berpameran di Stedelijk Museum

Kolase foto Otto Djaja (kiri) dan Agus Djaja (kanan). (IST)
Kolase foto Otto Djaja (kiri) dan Agus Djaja (kanan). (IST)
Follow WhatsApp Channel BantenNews.co.id untuk Berita Terkini

SERANG– Stedelijk Museum, Amsterdam memamerkan  karya-karya pelukis Djaja Bersaudara, Agus Djaja dan Otto Djaja pada  Juni hingga awal September 2018 lalu. Pameran bertajuk “The Djaja Brothers: Revolusi in the Stedelijk” itu merupakan retrospeksi atas pameran tunggal yang pernah dilakukan Djaja Bersaudara di museum yang sama pada 1947. Agus dan Otto adalah pelukis kontemporer Indonesia pertama yang berpameran di sana. Karenanya ini adalah pameran istimewa.

Dua tokoh seniman Banten ini adalah bagian penting dari perkembangan awal seni rupa modern Indonesia. Bisa berpameran di museum seni rupa paling prestisius di Belanda pada 1947 merupakan sebuah pencapaian tersendiri

Agus Djaja bernama lengkap Raden Agoes Djajasoeminta. lahir di Pandeglang, Banten, 1 April 1913 dan telah belajar melukis sejak bersekolah di HIS Pandeglang pada umur 9 tahun. Sedangkan adiknya Otto Djaja bernama lengkap Raden Otto Djajasoentara lahir pada 6 Oktober 1916. Kakak beradik ini merupakan anak dari pasangan Raden Wirasandi Natadiningrat-Sarwanah Sunaeni. Ayahnya bekerja sebagai pengawas hutan yang ada di Banten.

Sekitar tahun 1930-an, Agus sudah menjadi guru gambar di Sekolah Arjuna, Petoyo, Jakarta. Bersama Sudjojono ia mulai ikut memikirkan tentang pembentukan suatu perkumpulan “ahli gambar” bumiputra

Dari sekadar perbincangan di Sekolah Arjuna, Agus bersama Sudjojono lantas mengajak beberapa ahli gambar lain untuk ikut mendirikan perkumpulan. Maka berdirilah Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada awal 1938. Kala itu Agus terpilih sebagai ketua pertamanya.

Otto bergabung dengan Persagi agak belakangan. Sama seperti kakaknya, Otto mulai menggeluti seni lukis sejak belia pada umur 12. Setelah lulus sekolah menengah, ia menyusul ke Batavia dan bersekolah di tempat kakaknya mengajar.

Menurut Inge-Marie Holst dalam Dunia Sang Otto Djaya 1916-2002 (2016), secara artistik karya-karya Persagi fokus pada manusia dan pengalaman-pengalaman riil kehidupan.

Baca Juga :  Perihal Puisi (Untuk Pemula Banget!)

Fadrik Aziz Firdausi dalam artikel ‘Gerilya Kebudayaan Pelukis Djaya Bersaudara’ menyatakan bahwa Djaya Bersaudara mulai diperhitungkan kala mereka ikut berpameran bersama Persagi pada 1941 di Bataviasch Kunstkring. Mengingat Bataviasch Kunstkring adalah galeri seni paling prestisius di Hindia Belanda, pameran itu jelas sebuah peluang besar.

Tak sembarang pelukis bisa berpameran di sana. Kala itu, kurasi Bataviasch Kunstkring berpatokan pada karya-karya pelukis besar seperti Pieter Ouburg dan Jan Frank.

Masa Pendudukan Jepang

Masa Pendudukan Jepang menjadi periode penting dalam proses kreatif kakak beradik ini. Pada masa ini Agus Djaja lebih banyak berperan membimbing pelukis  muda. Sementara Otto mengasah teknik dan kepekaan artistiknya.

Solichin Salam dalam Agus Djaya dan Sejarah Seni Lukis Indonesia (1994: 17-18) menyebut bahwa Agus Djaja bergabung dalam Keimin Bunka Shidoso alias Pusat Kebudayaan Indonesia atas rekomendasi Sukarno. Ia ditunjuk sebagai ketua bagian seni rupa.

Dengan sponsor lembaga ini, Agus Djaya kemudian mendirikan sebuah akademi seni lukis. Dibantu Sudjojono dan Basuki Abdullah, Agus membimbing generasi pelukis muda seperti Affandi, Muchtar Apin, Hendra Gunawan, Dullah, hingga Henk Ngantung. Otto juga ikut berproses di sini.

Kritikus dan dosen sejarah seni ITB Aminuddin Th. Siregar mengamati bahwa di masa inilah Djaya Bersaudara menemukan karakter khas mereka, terlebih Otto.

“Dalam zaman Jepang inilah Otto menemukan kekhasan karyanya yang ilustratif, sangat keseharian, dan tajam merekam aktivitas sosial. Otto ini kemudian dikenal dengan karyanya yang sangat naratif,” tutur Aminuddin.

Usai Proklamasi, kakak beradik Djaya pindah ke Sukabumi dan ikut revolusi sebagai tentara. Tapi itu tak lama. Pada awal 1946 mereka mundur dari ketentaraan.

Otto kemudian mengikuti Presiden Sukarno dan melukisnya ketika berpidato. Beberapa karya Otto pun akhirnya menjadi koleksi istana. Pada awal 1947, Agus Djaja dana Otto Djaja mendapat beasiswa belajar di Rijks Akademie van Beeldende Kunsten Amsterdam, dan mengikuti kuliah pada Fakulteit Latteren en Wijsbegeerte Universiteit van Amsterdam.

Baca Juga :  Maia Estianty Rencanakan Nikah di New York

Pameran Djaja Bersaudara yang pertama di Eropa digelar di Stedelijk Museum Amsterdam pada akhir 1947. Stedelijk Museum adalah museum seni rupa modern terkemuka di Belanda. Agus dan Otto adalah pelukis kontemporer Indonesia pertama yang berpameran di sana.

Pameran di Eropa

Dalam pameran itu Agus memajang 45 karya, sementara Otto 81 karya. Lukisan-lukisan mereka umumnya menggambarkan detail-detail suasana Revolusi Indonesia dan legenda rakyat. Karya Agus Djaya sangat kental terpengaruh gaya impresionis Perancis, sementara karya Otto lebih dekat pada ekspresionisme.

Pameran pertama itu menjadi pembuka pintu mereka berkelana di Eropa. Mereka kemudian berpameran di banyak tempat, di antaranya di Museum Stadelijk, Den Haag, dan Rotterdam. Mereka juga keliling ke negeri Belanda, Belgia, Perancis, Italia, dan Swiss. Mereka pernah mengikuti Exposition le Grand Prix de Peinture on Monaco di Monte Carlo, dan Pameran Bienalle di Sao Paolo, Brasil. Selama di Eropa, Agus Djaja juga berkenalan dengan pelukis-pelukis besar Eropa seperti Pablo Picasso di Vallauris, Prancis Selatan. Juga bersahabat dengan perupa dunia Salvador Dali di Madrid, Spanyol. Termasuk dengan pematung Paris asal Polandia, Ossip Zadkine.

Djaya Bersaudara pulang ke Indonesia pada 1950. Sesampainya di tanah air, Agus sempat bergabung di agensi periklanan yang dibikin B.M. Diah. Kemudian pada 1953 Agus sekeluarga hijrah ke Bali dan mendirikan studio dan galeri di sekitar Pantai Kuta. Agus Djaya meninggal di Jakarta, pada 24 April 1994, setelah menerima Hadiah Seni dari Pemerintah RI.

Sementara Otto banyak menggambar karikatur untuk majalah Merdeka sampai pernikahannya pada tahun 1952, ketika ia pindah ke Semarang. Di sini, ia bekerja di sebuah kantor percetakan. Pada 14 Januari 1978, Otto Djaja mengadakan pameran tunggal pertamanya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Otto Djaja meninggal dunia di Jakarta, 23 Juni 2002. (Ink/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News