SERANG – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Serang, Ahmad Nuri, angkat bicara terkait polemik Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menuai pro dan kontra di sejumlah sekolah. Menurutnya, pelaksanaan program tersebut harus kembali pada prinsip kemaslahatan dan kepentingan siswa.
“Memang ada polemik, sebagian orang tua murid menolak adanya MBG. Sebagai Kepala Dinas Pendidikan, saya melihatnya harus kembali pada kemaslahatan. Kalau memang lebih banyak yang menolak, tentu perlu dikaji ulang,” ujar Ahmad Nuri, Selasa (30/9/2024).
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Ia menjelaskan, saat ini program MBG baru menjangkau sekitar 300 sekolah mulai dari tingkat TK, SD, hingga SMP di Kota Serang. Meski begitu, jumlah tersebut belum sepenuhnya mencakup seluruh sekolah. Karena itu, kata dia, sekolah dan siswa yang benar-benar membutuhkan harus menjadi prioritas penerima manfaat program.
Terkait penyediaan makanan, Dindikbud mencatat ada 36 dapur MBG yang saat ini beroperasi. Namun, Ahmad Nuri menekankan agar aspek kebersihan, keamanan, dan gizi tetap menjadi perhatian utama.
“Saya sudah wanti-wanti kepala sekolah untuk memastikan kebersihan dan keamanan makanan. Bahkan di SDN 2 Kota Serang, guru-guru mencicipi dulu sebelum dibagikan ke siswa. Itu salah satu bentuk pengawasan,” ujarnya.
Soal menu makanan, Ahmad menegaskan bahwa MBG tidak boleh hanya berupa makanan instan atau sekadar snack. Program ini wajib menyajikan nasi, lauk pauk, serta buah dengan gizi seimbang.
“Kalau ada dapur yang hanya memberikan snack atau makanan kering, itu tidak boleh. MBG harus sesuai SOP, ada protein dan perhitungan gizi yang jelas. Kalau ada laporan seperti itu, saya akan tegur langsung,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengakui belum semua dapur MBG memiliki sertifikat higienitas maupun sertifikat halal. Namun, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Kemenag untuk memastikan standar tersebut terpenuhi. Sementara itu, kepala sekolah tetap diwajibkan mengawasi langsung kondisi dapur, proses memasak, hingga pengiriman makanan.
“Kalau ada makanan yang basi atau tidak layak konsumsi, siswa harus berani menolak. Guru juga wajib melaporkan ke Dinas Pendidikan. Jangan sampai anak-anak dipaksa makan makanan yang tidak sesuai standar,” tegas Ahmad Nuri.
Ia berharap polemik yang muncul dapat dijadikan evaluasi bersama agar program MBG benar-benar membawa manfaat, terutama bagi siswa yang membutuhkan asupan gizi seimbang untuk mendukung proses belajar.
Penulis: Ade Faturohman
Editor: Usman Temposo
