SERANG – Lembaga Advokasi Buruh (LAB) Humanity melaporkan Panitia Seleksi (Pansel) penerimaan pegawai BLUD RSUD Labuan dan Cilograng ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI dan Komnas HAM.
Laporan itu dilakukan lantaram adanya dugaan diakriminasi poin peserta di luar wilayah Pandeglang dan Lebak tempat dua lokasi RSUD itu berada.
Diketahui, pada 20 Maret lalu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menerbitkan Pengumuman Rekrutmen RSUD BLUD Nomor : 49 Tahun 2025 tentang seleksi penerimaan pegawai BLUD penempatan di RSUD Labuan dan Cilograng.
Direktur LAB Humanity, Puji Santoso mengaku, pada Jumat (2/5/2025), pihaknya telah melaporkan Pansel penerimaan pegawai RSUD Labuan dan Cilograng ke Kemenaker RI dan Komnas HAM.
Puji mengungkapkan, setidaknya terdapat beberapa poin yang mendasari pelaporan LAB Humanity ke Kemenaker dan Komnas HAM.
Pertama, Pemprov Banten melalui Pansel melarang atau tidak memberikan kesempatan kepada setiap warga Provinsi Banten yang pernah di pidana dengan pidana penjara untuk mendaftar kerja di kedua RSUD tersebut.
“Kedua, Pansel memberikan afirmasi penambahan nilai kepada warga Masyarakat yang berdomisili di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang diberikan penambahan nilai sebesar 30 persen, atau penambahan sebesar 150 poin dalam skor CAT,” ucap Puji melalui rikia tertulis yang disampaikan ke BantenNews.co.id, Sabtu (3/5/2025).
“Sementara, warga Masyarakat yang berdomisili di Kabupaten/Kota lain di Provinsi Banten diberikan penambahan Nilai sebesar 10 persen atau penambahan sebesar 50 poin dalam skor CAT,” tambah Puji.
Ketiga, lanjut Puji, tindakan Ketua Pansel yang dijabat oleh Pj Sekda dan saat ini menjabat Plh Sekda Provinsi Banten dengan mengatasnamakan Pemprov Banten telah lalai dan dengan sengaja melakukan tindakan diskriminatif terhadap masyarakat Provinsi Banten.
“Empat, tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh Ketua Pansel penerimaan pegawai BLUD RSUD Labuan dan Cilograng, adalah sebuah tindakan yang memalukan sebagai seorang Pejabat Pemerintah Daerah,” jelasnya.
ia juga menilai, Ketua Pansel tidak memahami peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
“Ini sangat menciderai nilai-nilai luhur Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan mencantumkan persyaratan dan sistem penilaian yang diskriminatif,” ujarnya.
Puji mengaku, pihaknya telah berusaha mengingatkan dan memberikan masukan tertulis serta merekomendasikan beberapa hal. Namun, tidak mendapatkan respon dari Gubernur Provinsi Banten dan Plh Sekda Pemprov Banten.
“Maka sudah cukup alasan bagi kami untuk melaporkan Plh Sekda Provinsi Banten yang merupakan Ketua Pansel ke Ditjen Binwasnaker Kemnaker RI dan membuat Laporan ke Komnas HAM,” kata Puji.
Puji menegaskan, dalam beberapa hari ke depan, pihaknya juga akan mendaftarkan gugatan PTUN atas kualifikasi perbuatan hukum yang dilakukan oleh Ketua Pansel.
Tim Redaksi