Beranda Kampus Dampak Pemilihan Bahan Plastik pada Kemasan Sachet oleh Banyak Industri

Dampak Pemilihan Bahan Plastik pada Kemasan Sachet oleh Banyak Industri

Cindra, Mahasiswa Teknik Industri Universitas Pamulang

Oleh: Cindra, Mahasiswa Teknik Industri Universitas Pamulang

Kemasan sachet merupakan suatu wadah multilayer bagi suatu produk yang akan dipasarkan agar barang dapat sampai ke tangan konsumen dengan kondisi yang baik dalam jumlah yang tidak banyak. Sebagai contoh, pada kemasan lada bubuk jika per botolnya dapat memuat 30gr namun pada kemasan sachet hanya sekitar 4 gram.

Kemasan sachet sendiri dapat terbuat dari bahan tertentu tergantung produk apa yang akan dikemas namun umumnya adalah bahan yang terbuat dari plastik dan alumunium foil. Kemasan ini banyak diminati karena dianggap lebih murah, mudah dibawa kemana-mana, dan dianggap efektif dan efisien dalam perannya sebagai pembungkus produk. Namun, apakah benar demikian dan bagaimana dampak dari pemilihan sachet ini bagi lingkungan?.

Telah diketahui bahwa plastik merupakan bahan yang didewakan oleh banyak industri untuk pembuatan kemasan ini dan bukan jadi rahasia umum bahwa masyarakat tahu betul plastik merupakan bahan yang tidak dapat terurai semudah bahan-bahan organic. Mari sekarang kita bayangkan berapa banyak kemasan yang digelontorkan oleh setiap pabrik dalam pembuatan kemasan ini? Dilansir dari Indonesian Commercial Newsletter, pada tahun periode 2005-2009 produksi shampo berada dikisaran 32.000 ton per tahun lalu berapa banyak kemasan sachet yang dibutuhkan untuk membungkus sebagian dari produknya? Ini baru shampoo, bagaimana dengan bumbu masakan, pewangi pakaian, pembersih lantai, dan berbagai mcam produk lainya?

Plastik pada kemasan sachet berperan besar dalam pencemaran besar-besaran bagi ekosistem baik ekosistem darat, ekosistem laut, maupun ekosistem perairan. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sampah plastik dapat membahayakan banyak makhluk hidup. Berton-ton sampah dilautan telah membawa dampak yang signifikan bagi makhluk air dan terumbu karang.

Jika ini terjadi secara terus menurus maka akan berakibat pada putusnya rantai makanan karena punahnya spesies-spesies tertentu sehingga dapat mengancam kuantitas populasi makhluk lainya yang menyebabkan ketidakseimbangan. Dampak dari ketidakseimbangan yang terjadi pasti akan meluas dan menyebar. Ini baru gambaran singkat mengenai kerusakan akan ekosistem laut belum lagi pada ekosistem lainya. Kita yang menyadari eksistensi ini yang meningkat setiap tahunnya apakah akan mementingkan kepentingan kita tanpa memperdulikan ini sama sekali?

Untuk memerangi hal ini ada banyak sekali opsi yang dapat dilakukan. Pertama, tentunya peran kita sendiri sebagai konsumen dalam pemilihan produk saat membeli suatu produk. Pilihlah produk dengan kemasan botol besar yang dapat didaur ulang walaupun harganya berada diatan harga kemasan sachet namun jika dikalkulasikan kembali akan jauh lebih hemat jika memilih membeli produk dengan kemasan yang lebih besar selain akan jauh lebih hemat kemasan produk yang telah habis isinya dapat dikumpulkan untuk didaur ulang oleh produsen.

Kedua, sebagai produsen diwajibkan dalam mengelola sampah seperti yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa pelaku usaha harus menarik kembali kemasan produknya untuk didaur ulang atau menkonversinya menjadi bentuk energi atau barang baru. Perlu konsen dan fokus yang besar dalam hal ini karena dalam prakteknya ini sangatlah berat.

Sebagai catatan yang perlu diapresiasi yakni pengolahan perusahaan B-Plast Bufan Tjan asal Sidoarjo, Jawa Timur yang berhasil dalam mendaur ulang sampah yang cukup sulit untuk didaur ulang, seperti kemasan sachet contohnya menjadi suatu produk olahan baru yang memiliki nilai jual dan daya guna layaknya pot bunga, tali rafia, hanger, dan banyak lagi lainnya. Lalu, produsen juga dapat untuk mengurangi bahkan tidak lagi memproduksi produk salam kemasan sachet karena, fakta dilapangan jika isi produk telah terpakai maka konsumen akan membuangnya begitu saja dan para pemulung juga enggan untuk mengumpulkan sampah jenis ini karena harganya yang relatif murah.

Ketiga, pemerintah sebagai aparatur negara yang telah menetapkan Peraturan Pemerintah harus memiliki ketegasan lebih sebagai salah satu bentuk implementasi keseriusan akan adanya regulasi hukum yang mengikat dan memaksa yang telah diatur dimana memberikan sanksi yang tegas akan setiap pelanggaran oleh pemeran utama akan adanya sampah ini, yakni produsen dan konsumen. Pelanggaran seperti budaya membuang sampah yang telah menjadi hal lumrah dan juga produsen yang hanya mengambil laba secara besar-besaran tanpa pertanggung jawaban akan limbah yang dihasilkannya.

Pemerintah juga sebaiknya memberikan perhatian dan dukungan lebih ke badan-badan yang berperan dalam meminimumkan sampah seperti bank sampah, UKM yang bergerak dalam mengahsilkan produk baru dari hasil mendaur ulang sampah, dan lainya. Selain itu, bentuk apresiasi terhadap pihak-pihak terkait yang berkontribusi dalam upaya pengurangan sampah jugaperlu dipertahankan.

Perlu harmonisasi yang seirama dalam perwujudan sempurna multilayer antara produsen, konsumen dan pemerintahan sehingga keseimbangan ekosistem akan terus terjaga, kebutuhan konsumen terpenuhi dengan baik, para produsen dapat mencapai keuntungan yang optimal, dan segala Peraturan Pemerintah dapat terlaksana dengan baik. Marilah untuk saat ini tunjukan aksi kita sebagai masyarakat yang bijak dalam menggunakan produk yang mudah untuk didaur ulang dan taat hukum akan peraturan sehingga hidup akan terasa seimbang setiap harinya.

(***)
 

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini