Beranda Opini Budaya Menulis di Tengah Pandemi

Budaya Menulis di Tengah Pandemi

Nurlaeliyah, Mahasiwi Prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Oleh : Nurlaeliyah, Mahasiwi Prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Menulis adalah seni berbicara lewat kata tanpa suara namun penuh makna, oleh jiwa-jiwa penuh rasa yang kelak akan abadi, meski ia hilang dari semesta tetapi akan selalu terkenang. Seperti kata Pramoedya Ananta Tour, ”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Mulailah menulis dari sesuatu yang disukai dan dipahami. Menulis tentang apa saja, tentang diri sendiri, perasaan, pengalaman, keluarga, apa pun itu tulis, tulis, dan tulis. Hal tersebut menjadi kebahagiaan dan kebanggaan diri sendiri untuk terus berkarya. Apalagi ketika tulisan itu, dibaca, dikritik, dan berguna bagi orang lain. Lagi pula, menulis mampu merangsang otak untuk berpikir lebih kreatif dan inovatif. Sehingga, membuat kita akan semakin haus menulis.

Menulis adalah sebuah perlawanan dari ketidakadilan. Menyuarakan kebenaran dan memberikan solusi bagi pemerintah dan masyarakat. Ketika tulisan kita diterbitkan di media online, menjadi sebuah produk dan karya tulisan, itu merupakan hal luar biasa. Tidak mudah bagi penulis pemula untuk bisa diterbitkan. Bersaingan dengan para penulis lain dari berbagai latar belakangan pendidikan.

Siapa pun akan bangga ketika karyanya terbit di media online, termasuk saya sebagai mahasiswa. Untuk bisa produktif menulis di tengah pandemi dan mengirimkannya ke media online butuh kerja keras, kepercayaan diri, tidak putus asa, dan tekad agar karya tulisan kita bisa diterbitkan.

Dengan banyak membaca, mendengar, dan melihat berbagai macam media, akan mudah menganalisa situasi, mencatat ide, membuat skema dan kerangka, kemudian menuliskan, menyunting dan menerbitkan. Tantangan menulis di media online adalah persaingan antar para penulis lain dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Siapa pun bisa menulis, tapi menulis dengan gaya bahasa yang menarik dan mudah dipahami, tentu tidak mudah. Jika tulisan kita sudah sering diterbitkan, maka karakteristik tulisan kita sudah dikenal baik oleh redaktur dan bisa diterima oleh masyarakat luar.

Selama pandemi semua kegiatan kita di rumah. Mulai bekerja, belajar dan beribadah dirumah. Sebagai mahasiwa yang selama 6 bulan belajar di rumah, tentu akan mempunyai banyak waktu yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah kegiatan menulis. Peluang menulis artikel opini di media online sangat memungkinkan diterbitkan. Hal ini akan memancing produktifitas mahasiwa untuk menulis.

Sebagai kaum terpelajar dan intelek, sudah sepatutnya mahasiwa menyuarakan suaranya melalui media agar terdengar pihak tertentu dan memberikan solusi di tengah permasalahan yang ada.
Namun, menulis di media online tidak banyak dilirik orang. Berapa banyak dosen dan mahasiswa yang juga malas untuk menulis. Padahal, hadirnya media online memudahkan kita untuk bisa menyampaikan ide, gagasan dan solusi dengan tulisan. Amat disayangkan, menulis belum menjadi sebuah tren dan budaya dinegeri pertiwi ini. Bahkan di kampus pun budaya menulis mahasiwa belum begitu nampak.

Ditengah pandemi ini, menjadi sebuah kesempatan untuk memperbanyak karya tulis dan produk tulisan dalam rangka mengedukasi, mengkampanyekan untuk selalu bekerjasama, membangun soidaritas dan menjalankan protokol kesehatan. Dan yang yang tidak kalah penting adalah, momen pandemi sebagai upaya untuk meningkatkan budaya menulis khususnya di kalangan mahasiswa dan generasi milenial.

(***)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini