SERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) memaparkan dugaan keterlibatan Supriyadi bin Bahruni dalam kasus kredit fiktif di BRI Unit Pasar Timur, Pandeglang. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Serang, Senin (17/11/2025), Supriyadi dinilai bekerja sama dengan Agitya Fahsya Rahadian, mantri Kupedes, serta Tomi M. Payumi dalam menjalankan praktik korupsi yang berlangsung sejak Januari 2022 hingga Desember 2023.
“Perbuatan para terdakwa memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU Rista Anindya Risman dalam persidangan, Selasa (17/11/2025).
JPU menjelaskan bahwa berdasarkan SK penempatan Nokep 43.KC-XV/LYI/12/2020, Agitya bertugas sebagai mantri BRI Unit Pasar Timur. Sementara Supriyadi, yang saat itu menjabat Sekretaris Desa, disebut memiliki kedekatan dengan Tomi.
Dari kedekatan itu, Tomi meminta Supriyadi mencarikan warga yang bersedia meminjamkan identitasnya untuk pengajuan kredit. Para peminjam identitas dijanjikan imbalan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta, sementara kewajiban pelunasan akan ditanggung oleh Supriyadi dan Tomi.
Supriyadi kemudian membawa empat calon debitur: Dede Rahmawati, Muhamad Sohib, Masna, dan Kusnadi, sedangkan Tomi menyiapkan tiga nama lain, yaitu Iskandar, Sukna Supriatna, dan Fajriah Afifah. Semua data tersebut diserahkan kepada Agitya untuk diproses melalui aplikasi BRISpot.
Agitya, yang seharusnya melakukan verifikasi lapangan dan pengecekan melalui SLIK, tidak menjalankan prosedur tersebut. Data dan proses survey dimanipulasi. Supriyadi bahkan mengatur sesi foto para calon debitur di lokasi usaha milik orang lain agar terlihat layak menerima kredit.
Pada kasus Iskandar, meski SLIK menunjukkan kredit macet di bank lain, pengajuan tetap disetujui setelah Iskandar menandatangani surat pernyataan yang disiapkan Agitya.
Analisa lapangan dimanipulasi agar skor risiko kredit memenuhi syarat sehingga pengajuan tidak ditolak aplikasi BRISpot. Agitya juga meminta pembuatan Surat Keterangan Usaha (SKU) sebagai syarat administrasi. Supriyadi kemudian mengurus SKU dari pemerintah desa sesuai domisili calon debitur, bahkan beberapa SKU dibuat dan ditandatangani sendiri olehnya.
Setelah berkas lengkap, Agitya mengajukan permohonan kredit kepada Kepala Unit BRI, Rossa Dewi Kusuma, yang kemudian menyetujui semua pengajuan tersebut. Audit fraud BRI pada 29 Juli 2024 menemukan sembilan debitur yang pencairan kreditnya digunakan pihak lain, bukan oleh debitur yang terdaftar. Seluruh kredit itu kemudian macet dengan total kerugian negara mencapai Rp 321.541.121.
JPU menegaskan bahwa bunga kredit juga termasuk kerugian negara karena merupakan hak bank sejak penandatanganan pengakuan hutang. Ketika kredit macet, hak tersebut hilang.
“Perbuatan terdakwa bersama Tomi M. Payumi dan Agitya Fahsya Rahadian telah memperkaya diri sendiri maupun orang lain, serta menimbulkan kerugian keuangan negara,” tegasnya.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo
