Beranda Opini Annie Schimmel dan Kanjeng Nabi Saw

Annie Schimmel dan Kanjeng Nabi Saw

Annie Schimmel, Penulis buku Muhammad Utusan Allah. (ist)

Oleh: Sulaiman Djaya, penyair di Kubah Budaya

Beberapa penceramah dan sebagian muslim memandang perayaan Mawlid Nabi saw sebagai bid’ah bahkan kesesatan, di saat mereka merayakan hari lahir mereka sendiri dan hari lahir anak-anak mereka. Padahal perayaan Mawlid Nabi Saw sejatinya adalah ungkapan syukur dan kecintaan kaum muslim yang merayakannya sebab datang dan hadirnya pemberi petunjuk dan keselamatan untuk kebahagiaan sejati, yaitu Muhammad Al-Mustafa, yang namanya selalu digaungkan sepuluh kali setiap hari saat azan panggilan solat dikumandangkan di seluruh dunia.

Islamolog kondang dari Jerman, Annemarie Schimmel, pernah mengkritik keras Salman Rushdie sebagai agen politik sebagian elit Barat yang memusuhi Islam, yang saat itu Schimmel menganggap wajar fatwa Imam Khomeini yang menyatakan bahwa mereka yang menghina dan melecehkan Muhammad Rasulullah dengan gambaran yang sangat keji, layak dijatuhi hukuman mati. Sebab, bila dibiarkan, akan memancing keberanian dan kelaziman untuk melakukan hal itu oleh siapa saja.

Tak hanya itu, Schimmel menulis sebuah buku yang bagus dan sangat menarik, And Muhammad Is His Messenger di tahun 1985, untuk menerang-jelaskan secara historis dan kultural kecintaan muslim kepada nabi mereka, yang salah-satunya diekspressikan lewat perayaan Mawlid Nabi Saw, selain menguraikan secara panjang lebar ekspressi-ekspressi hubburrasul oleh para penyair dan kaum sufi, semisal Jalaluddin Rumi dan Mohammad Iqbal.

Sebenarnya, kalau mau diakui dengan jujur, banyak muslim yang tidak mengenal nabi mereka. Selain karena kurangnya kekayaan khazanah bacaan mereka untuk mengenal melalui membaca buku-buku dan tulisan-tulisan tentang Muhammad Rasulullah, juga masih minim dikemukakan para penceramah. Ditambah lagi, ada saja firqoh atau golongan yang menuduh sesat mereka yang merayakan Mawlid Nabi Saw, selain perayaan Mawlid Nabi Saw sendiri acapkali tidak dibarengi dengan upaya untuk mengenalkan kehidupan paripurna Rasulullah.

Dalam dunia seni dan industri budaya pun demikian. Sangat sedikit sekali film yang mengangkat Muhammad Rasulullah, di saat ada ratusan film tentang Musa as dan Isa as diproduksi dan ditayangkan di seluruh dunia. Kehadiran film garapannya Majid Majidi, Mohammad Messenger of God yang didanai Republik Islam Iran itu, sedikit mengobati dan menutupi kurangnya pengenalan Muhammad Rasulullah melalui seni dan industri budaya.

Selain diperkaya dari pengelaman hidup Schimmel sendiri yang banyak mengunjungi negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Pakistan, Turki dan Iran, buku And Mohammad Is His Messenger merupakan buah reflektif dan analitik dari ragam literature Barat dan Timur. Dari kajian pustaka Islam klasik, orientalisme Eropa hingga khazanah pustaka modern dan mutakhir seputar Islam dan Muhammad Rasulullah. Schimmel melakukan kajiannya secara kritis, termasuk berkat kematangannya dalam fenomenologi agama yang ia jadikan sebagai metodenya.

Dalam buku itu, contohnya, ia mengkritik Ibn Taimiyyah yang memandang tabarruk sebagai kemusyrikan dan memandang kultus atas Rasulullah sebagai kesesatan. Padahal, kepercayaan ishmah atau kema’shuman (terjaganya Rasulullah dari dosa dan niat berbuat dosa atau maksiat) memiliki hujjahnya dalam kitab suci Islam itu sendiri, yaitu Quran.

Dan yang tak kalah menarik, sebelum Schimmel memaparkan sejarah dan tradisi ekspresi kecintaan kaum muslim kepada Rasulullah, ia mengawali bukunya itu dengan kutipan puisinya Perdana Menteri Hyderabad yang beragama Hindu, Sir Kishan Prasad Shad: “Apakah aku kafir atau mukmin sejati, Allah saja yang tahu siapa diriku ini! Namun yang kutahu, aku pelayan Sang Nabi, sang penguasa Madinah kota suci.” Sebuah puisi yang menggambarkan secara kontras bila kita refleksikan dengan perilaku sebagian ekstrimisme penganut Hindu India saat ini yang memusuhi muslim India.

Buku Schimmel yang layak untuk dibaca kaum muslim itu juga memaparkan peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah dan ekspressi penggambarannya oleh para penyair, terutama para penyair sufi, semisal para penyair Persia. Mengargumentasikan kedudukan dan keutamaan sholawat serta menarasikan dengan indah, meski tidak terlampau panjang, keistimewaan kelahiran Rasulullah yang ditunjukan dengan terjadinya peristiwa-peristiwa ajaib yang sebelumnya tidak pernah terjadi.

Sebagai contoh, Schimmel mengutip Matsnawi-nya Jalaluddin Rumi: “Akar dan cabang bunga-bunga mawar itu adalah keringat wangi Al-Mustafa. Dan dengan kekuatannya, bentuk sabit bunga mawar, kini berubah jadi purnama.” Puisi yang menggambarkan bahwa beberapa butir keringat wangi Rasulullah jatuh ke bumi saat beliau mi’raj ke langit, dan butir-butir keringat wangi Rasulullah itu pun menjelma mawar-mawar wangi.

Secara fisik, sebagaimana dikemukakan kembali oleh Schimmel dari kajian khazanah dan kepercayaan para penyair sufi dan tradisi Islam lintas Negara, tangan Rasulullah dilukiskan sejuk dan wangi. Lebih sejuk dari es dan lebih lembut dari sutra. Bahkan, konon, beberapa perempuan pernah mengumpulkan tetesan keringat Rasulullah untuk dijadikan parfum. Sampai-sampai seorang penyair Urdu menggambarkan keindahan Rasulullah itu dalam puisi pendek memukau: “Keindahan dari ujung kaki hingga ujung kepala, Cinta yang menjelma raga.”

Rasulullah memang wujud cinta Allah itu sendiri bagi semesta dan bagi ummat manusia. Rasulullah juga, konon lebih tampan ketimbang Yusuf, sebagaimana diungkap dalam puisi penyair Urdu, Dagh, pada akhir abad ke-19: “Cahayamu ada dalam ketampanan Yusuf, wahai Cahaya Tuhan, yang membuat mata buta Yakub pun tersembuhkan.”

Menurut Schimmel, penghormatan kepada Rasulullah jauh lebih kaya dan mengagumkan dalam khazanah tasawuf Syiah ketimbang dalam tradisi Sunni. Ditambah lagi Syiah pun menganggap para imam ahlulbait Rasulullah pun suci dan sebagai para penerus estafet risalah Rasulullah untuk setiap zaman. Terlepas dari kadar sedikit beda antara Syi’ah dan Sunni tersebut, kedua mazhab tersebut sama-sama memiliki penghormatan yang tinggi kepada Rasulullah ketimbang kaum Wahabi yang menganggap beberapa praktik dan tradisi penghormatan kepada Rasulullah mereka tuduh sebagai bid’ah yang sesat.

Kehadiran buku And Mohammad Is His Messenger karya Schimmel ini mengisi kekosongan literature Islam tentang Muhammad Rasulullah yang ditulis para sarjana Eropa yang sebelum-sebelumnya diisi orientalisme Eropa yang lebih kental nuansa Eropa sentris dalam memandang Islam dan Rasulullah, sehingga acapkali selalu terselip bubuhan nada dan suasana tuduhan negatif yang lebih didasarkan pada prasangka Barat atas Islam dan Muhammad Rasulullah. Terlebih dengan kehadiran buku Salman Rushdie, The Satanic Verse, yang memang menggambarkan secara keji dan syarat pelecehan dan penghinaan hingga memantik kemarahan kaum muslim di seluruh dunia beberapa tahun silam.

Meski buku-buku orientalis Eropa mayoritas didominasi isi dan materi yang mengandung prasangka, hingga bahkan Dante Alighieri pun menggambarkan Muhammad Rasulullah berdasarkan prasangka umum Eropa tersebut, tetap ada yang jernih dan mendekati objektif, bahkan simpatik, sebagaimana diakui Schimmel dalam pengantar buku yang ditulisnya:

“Buku ini adalah buah dari minat dan ketertarikan pada sosok Nabi Islam, Muhammad Saw, yang sudah berkembang selama lebih dari empat dasawarsa. Saya pertama kali diperkenalkan pada –dan sangat tersentuh dengan- sosok Nabi Islam itu melalui konsep tentang ”Muhammad sang sufi” ketika saya berusia belasan tahun dan tengah sibuk belajar bahasa Arab di bawah bimbingan Dr. Hans Ellenberg. Dalam tahun-tahun pembentukan itu, buku-buku Syed Ameer Ali, The Life and Teachings of Mohammad, or The Spirit of Islam, dan kajian mahakarya Tor Andrae, Die Person Muhammad in Lehre und Glaube Seiner Gemeinde, termasuk diantara buku-buku kesayangan saya, dan karya Andrae itu tetap menjadi sumber inspirasi saya sampai hari ini.”

Kelebihan buku Schimmel tersebut, dan juga buku-buku lain yang ditulisnya, adalah gaya tuturnya yang ringan dan enak dibaca. Mungkin karena tidak sepenuhnya menggunakan bentuk tulisan akademik yang kering, tapi mengisahkan dan acapkali bernada otobiografis penulisnya seputar pengalamannya selama mengkaji Islam dan Muhammad saw dan perjalanan hidupnya mengunjungi Negara-negara berpenduduk mayoritas muslim semisal Turki, Pakistan dan Iran. Barangkali itu pun karena metode yang digunakannya, yaitu fenomenologi agama. Singkatnya, Annemarie Schimmel adalah teladan ilmiah dan akademik yang patut dicontoh oleh kita untuk mengenalkan Islam dan Muhammad saw kepada khalayak Barat. (*)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini