Beranda Politik Anggota PPK di Lebak Rangkap Jabatan, Dewan Sebut Pelanggaran Kode Etik

Anggota PPK di Lebak Rangkap Jabatan, Dewan Sebut Pelanggaran Kode Etik

Kantor KPU Kabupaten Lebak - (Foto Sandi/BantenNews.co.id)

LEBAK – Menanggapi pernyataan dari Ketua KPU Lebak yang menyatakan bahwa anggota PPK boleh rangkap jabatan, membuat anggota DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah angkat bicara.

Menurut Musa, bahwa Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak bisa mematahkan atau membatalkan Undang-undang yang lainnya, seperti Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang mana ada larangan bagi perangkat desa yang rangkap jabatan serta menerima honor atau upah yang bersumber dari APBN.

“Begitu pula dengan TPP yang diatur dalam Kemendes Nomor 40 tahun 2021 adanya larangan rangkap jabatan, untuk guru sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 yang mana tugas guru diatur sangat jelas dan ini berlaku bagi guru PNS maupun honorer,” kata Musa, Sabtu (7/1/2023).

Ia menjelaskan, di dalam Undang-undang pemilu sendiri jika dicermati sangat jelas adanya kewajiban seluruh penyelenggaraan pemilu untuk bekerja penuh waktu. Artinya ini cukup jelas siapapun yang rangkap jabatan tidak akan bisa bekerja penuh waktu.

“Dan jika ini tidak terpenuhi artinya penyelenggara pemilu telah melakukan pelanggaran kode etik dan yang bersangkutan harus diberhentikan,” ujarnya.

Musa mengungkapkan, bukan hanya itu Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 sangat jelas mengatur sarat menjadi PPK dan Panwascam adakah adil, propesional, tidak melakukan nepotisme.

Sementara bagi yang rangkap jabatan sudah jelas nepotisme, artinya apa sangat keliru jika ketua KPU Lebak hanya berlandaskan pada satu Undang-undang dan peraturan KPU saja, sementara mengesampingkan peraturan yang lainya seperti peraturan DKPP.

“Apapun dalihnya, pejabat yang sudah dilarang oleh peraturan dan perundang-undangan tidak bisa dibatalkan oleh Yndang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, terlebih Undang-undang ini tidak mengatur secara spesifik apa yang dimaksud adil, propesional, nepotisme, bekerja penuh waktu dan lain-lain, artinya perlu pemahaman atau penafsiran secara hukum sementara suatu peraturan atau perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya,” imbuhnya.

Musa menambahkan, inilah alasan saya kenapa akan melaporkan Perangkat Desa, PNS, P3K, TPP, dan guru honorer ke BPK RI, karena diduga kuat mereka telah melanggar larangan atau terjadinya pelanggaran kode etik yang telah tertuang dalam peraturan perundangan-undangan asal mereka bekerja.

Adapun terkait KPU yang hanya mengacu kepada Undang-undang pemilu dan peraturan KPU biar diuji di DKPP selaku lembaga yang berkompeten didalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pemilu.

“Perlu saya tegaskan kembali, didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak ada satupun pasal yang membolehkan dan berbunyi bahwa PPK boleh dari unsur PNS, PRADES, TPP, GURU HONOR, MTD. Itulah kenapa KPU harus lebih cermat dan bijak ketika berbicara regulasi, maka harus melihat pada serangkaian regulasi lainya, karena Undang-undang pemilu bukan peraturan tertinggi yang bisa membatalkan peraturan perundang-undangan yang lainnya, disinilah perlunya singkronisasi, klarifikasi dan verifikasi,” katanya. (San/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News