Beranda Hukum Akademisi Nilai Kekeliruan Dalam Pembebasan Tersangka Pemerkosaan di Serang

Akademisi Nilai Kekeliruan Dalam Pembebasan Tersangka Pemerkosaan di Serang

Ilustrasi - foto istimewa tribunnews.com

SERANG – Pembebasan dua tersangka dalam kasus perkosaan di Kota Serang terhadap gadis difabel hingga mengakibatkan korbannya hamil menuai sejumlah perhatian dari kalangan akademisi, aktivis dan masyarakat.

Kedua pelaku yakni EJ (39) yang merupakan paman korban dan tetangganya, S (46) ditetapkan sebagai tersangka serta dikenakan Pasal 286 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Namun baru beberapa bulan mendekam di ruang tahanan, keduanya dibebaskan oleh Polres Serang Kota dengan dasar adanya pencabutan laporan dari pelapor dan musyawarah antar pihak keluarga.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang Halimah Humayrah Tuanaya, menilai keputusan Polres Serang Kota keliru sebab menurutnya perkosaan merupakan delik murni bukan delik aduan. Oleh karena itu, meskipun pelapor mencabut laporannya, polisi wajib terus melanjutkan proses hukumnya.

“Dalam hukum pidana, pemeriksaan perkara yang bergantung pada aduan korban hanya beraku pada delik aduan (klacht delicten). Sedangkan delik perkosaan bukan merupakan delik aduan. Terlebih lagi, korban dari kejahatan ini adalah perempuan disabilitas yang merupakan bagian dari kelompok rentan,” ujar Halimah melalui keterangannya yang diterima BantenNews.co.id pada Selasa (18/1/2022).

Halimah menambahkan, terkait pencabutan laporan oleh pelapor harusnya menjadi bahan penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.

“Justru seharusnya dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal apa yang  melatarbelakangi pelapor mencabut laporannya, apakah pelapor mengalami tekanan, ancaman, dan lain sebagainya,” tambah Halimah.

Pasca bebasnya kedua tersangka itu, salah satu tersangka yakni S malah dinikahkan dengan korban. Menurut Halimah, menikahkan korban dengan pelaku kekerasan seksual bukanlah solusi sama sekali dan malah akan menimbulkan trauma mendalam kepada korban.

“Korban yang saat ini telah dinikahkan dengan pelaku perkosaan, tidak dapat dipandang sederhana sebagai bentuk pemulihan situasi pasca terjadinya tindak pidana. Restorative justice tidak diterapkan dengan tujuan memposisikan korban untuk menjadi korban kedua kalinya,” kata Halimah.

“Jika seperti ini, korban telah menjadi korban untuk kedua kalinya karena hukum yang tidak bekerja. Hukum harus tampil memberikan perlindungan yang cukup bagi korban, sebagai bentuk perlindungan negara atas warga negaranya,” tegas Halimah.

Halimah meminta polisi melakukan penyidikan peristiwa tersebut lebih mendalam, mengingat korban juga merupakan bagian dari kelompok rentan.

“Saya berharap, Polres Serang Kota segera melakukan koreksi atas kekeliruannya dan melanjutkan proses hukum atas peristiwa tersebut,” tutup Halimah. (You/Nin/Red)

Temukan Berita BantenNews.co.id di Google News

Dukung BantenNews.co.id untuk terus menyajikan jurnalistik yang independen. Klik disini