KAB. SERANG – Advokat Publik Bantuan Hukum (PBH) Tajuzasa Azhari, Cecep Azhar, mengusulkan agar sengketa pemilu tidak lagi diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK), melainkan lewat peradilan khusus yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung (MA).
Menurutnya, perlu ada lembaga tersendiri yang fokus menangani perkara-perkara pemilu secara independen dan bebas dari pengaruh politik.
Cecep, yang sempat mendampingi Ratu Rachmatuzakiyah dalam sengketa pilkada di MK menilai, peradilan pemilu seharusnya menjadi bagian dari lembaga yudikatif yang murni, dengan proses rekrutmen hakim yang tidak melibatkan lembaga eksekutif dan legislatif.
Hal itu ia sampaikan dalam keterangan tertulis yang diterima BantenNews.co.id pada Jumat, (4/7/2025).
Kata Cecep, lembaga yudikatif memiliki peran penting dalam menjamin tegaknya hukum dan keadilan, termasuk dalam menyelesaikan konflik pemilu.
Dengan begitu, ia mengusulkan pembentukan peradilan pemilu yang berdiri sendiri dan tidak tercampur dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi seperti pengujian undang-undang atau sengketa kewenangan antar-lembaga negara.
Cecep juga menyoroti mekanisme rekrutmen hakim konstitusi yang saat ini dilakukan melalui sistem “split and quota” oleh tiga lembaga—Presiden, DPR RI, dan MA, di mana masing-masing mengajukan tiga calon dan Presiden menetapkan kesembilannya. Model ini, menurutnya, rawan kepentingan.
Lebih jauh Cecep menilai, hal ini berbeda dengan rekrutmen hakim di lingkungan peradilan umum yang dilakukan melalui jalur CPNS oleh Mahkamah Agung, ia menyebut sistem inilah yang seharusnya diterapkan pula untuk memilih hakim peradilan pemilu.
Dengan begitu, kata dia, proses seleksi akan lebih netral, transparan, dan jauh dari intervensi politik.
“Perekrutan hakim di peradilan pemilu sebaiknya ditangani langsung oleh Mahkamah Agung sebagaimana berlaku di peradilan umum, agama, dan tata usaha negara,” ujarnya.
Cecep meyakini, jika disusun secara mandiri oleh MA, maka peradilan pemilu dapat berfungsi secara profesional, independen, dan fokus menyelesaikan perkara pemilu secara adil dan objektif.
Ia juga menyarankan agar peradilan pemilu memiliki mekanisme berjenjang, mulai dari tingkat pertama, banding, hingga kasasi, bukan bersifat satu tingkat dan final seperti saat ini di Mahkamah Konstitusi.
Baginya, model bertingkat akan membuka ruang koreksi dan menjaga prinsip keadilan substantif.
Cecep melanjutkan, namun jika sengketa pemilu masih tetap ditangani oleh Mahkamah Konstitusi, Cecep menyarankan agar mekanisme rekrutmen hakimnya tetap dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagaimana proses pada peradilan umum. Tujuannya tetap sama, menjaga independensi dan menjauhkan pengaruh politik.
“Tahapan peradilan bisa bertingkat, hanya saja waktu pelaksanaannya perlu diatur secara efisien agar tidak menghambat tahapan pemilu yang lain,” sampainya.
Ia berharap, dengan sistem peradilan pemilu yang independen dan prosedural, keadilan dan kebenaran dalam penyelesaian sengketa pemilu dapat terwujud secara lebih baik dan terpercaya.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo