Beranda Pemerintahan Ombudsman: Lambannya Keputusan Perparah Darurat Sampah di Banten

Ombudsman: Lambannya Keputusan Perparah Darurat Sampah di Banten

Kepala Ombudsman Perwakilan Banten Fadli Afriadi. (Iyus/bantennews)

SERANG – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, menilai lambannya pengambilan keputusan pemerintah memperburuk persoalan sampah di daerah perkotaan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Fadli Afriadi menilai, tanpa langkah cepat dan terukur, timbunan sampah akan terus bertambah dan memicu dampak lingkungan yang serius.

“Setiap hari sampah bertambah, sementara kita sering lambat menentukan mau diapakan sampah ini. Ketika sudah menggunung, barulah semua gagap,” kata Fadli kepada BantenNews.co.id, Senin (29/12/2025).

Fadli menyebut, masalah persampahan bukan hanya dialami Banten, tetapi hampir seluruh kota besar di Indonesia, termasuk kota besar seperti Jakarta.

Meski begitu, ia pun menekankan pentingnya keterlibatan warga sejak dari sumber sampah. Karena menurut dia, pemilahan sampah di tingkat rumah tangga kerap menjadi sia-sia karena sistem pengangkutan dan pengelolaan belum mendukung.

“Warga sudah memilah, tapi ketika masuk truk, sampahnya bercampur lagi. Artinya, sistem hilirnya belum siap,” sampainya.

Ia juga mendorong penguatan pengelolaan dari tingkat bawah, seperti bank sampah dan pengolahan kompos, terutama bagi kawasan permukiman baru.

Fadli menilai, pengembang perumahan seharusnya diwajibkan menyediakan fasilitas pengelolaan sampah berbasis prinsip reduce, reuse, recycle (R3).

“Seharusnya yang masuk ke tempat pembuangan akhir adalah residu, sampah yang memang sudah tidak bisa diolah lagi,” tuturnya.

Lebih jauh, Fadli juga menyoroti kondisi tempat pembuangan akhir (TPA) yang kian kritis. Di Tangerang Selatan, misalnya, produksi sampah mencapai sekitar 1.000 ton per hari.

Namun, dalam kondisi darurat, TPA hanya mampu menerima sekitar 400 ton per hari. Artinya, Fadli menjelaskan, terdapat sisa sekitar 600 ton sampah setiap hari yang berpotensi menumpuk di berbagai titik.

“Kalau solusinya hanya membuka lagi open dumping, cepat atau lambat akan penuh lagi. Itu bukan penyelesaian,” tukasnya.

Baca Juga :  Jemput Bola, Perwakilan Ombudsman Banten Serap Aduan on The Spot

Lebih jauh, Fadli menuturkan bahwa pilihan teknologi pengolahan sampah sebenarnya beragam, termasuk pengolahan menjadi energi listrik.

Kendati demikian, yang menjadi persoalan adalah kejelasan metode, kapasitas dan keberlanjutan penggunaan teknologi untuk persampahan.

“Kalau mau jadi listrik, ya harus jelas teknologinya dan secepatnya. Jangan hanya dibakar tanpa penyelesaian residunya,” paparnya.

Ia menekankan, pengelolaan sampah membutuhkan strategi jangka pendek dan jangka panjang yang jelas. Tanpa itu, kata dia, pemerintah hanya akan terus memindahkan masalah dari satu lokasi ke lokasi lain.

“Sampah tidak pernah habis. Kalau seribu ton per hari hanya mampu diolah 400 ton, sisanya mau diapakan? Ini yang harus dijawab,” katanya.

Dia menilai, selama sampah tidak dikelola hingga tuntas, dampak lingkungan seperti pencemaran air lindi dan gangguan kesehatan warga sekitar TPA akan terus berulang terjadi. Ia pun mengingatkan bahwa daya tampung lingkungan tetap memiliki batasnya.

“Kalau tidak diolah, pasti menumpuk. Dan kalau menumpuk, dampak lingkungannya tidak bisa dihindari,” tegasnya.

Ombudsman Banten, kata Fadli, memang belum melakukan kajian komprehensif terkait persampahan.

Namun demikian, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah karena persoalan ini merupakan pekerjaan rumah bersama.

“Kalau tidak ada keputusan yang tegas dan cepat, krisis ini akan terus berulang. Kita tidak akan bisa menjadi kota besar jika tidak mampu mengelola sampah dengan baik,” pungkasnya.

Penulis : Rasyid
Editor : Tb Moch. Ibnu Rushd