SERANG – Pemerintah terus mendorong terwujudnya Generasi Emas 2045 melalui pemerataan gizi bagi pelajar di seluruh Indonesia. Untuk mendukung upaya tersebut, Presiden Prabowo Subianto menggulirkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengambil peran penting dalam menyukseskan program ini. Salah satu langkah yang kini dipacu adalah percepatan sertifikasi dan pelatihan bagi penjamah makanan di seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) guna mencegah risiko keracunan makanan.
“Kami sudah melatih sekitar 60 persen dari total penjamah makanan di 514 SPPG di Banten. Pelatihan ini akan terus kami percepat dan lakukan secara bertahap,” ujar Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti.
Ia menegaskan bahwa sertifikasi dan pelatihan menjadi kunci untuk menjaga kualitas menu MBG dan mencegah kontaminasi. SPPG bahkan baru dinyatakan layak secara higienis apabila sedikitnya 50 persen penjamah makanan telah mengikuti pelatihan resmi.
Selain penjamah makanan, Dinkes Banten juga memperkuat pemenuhan tenaga ahli gizi di setiap SPPG. Para ahli gizi berperan menentukan kebutuhan kalori, menyusun standar menu, serta memastikan keseimbangan gizi pada setiap porsi MBG yang dibagikan kepada siswa.
“Ahli gizi menghitung kebutuhan kalori dan menyusun menu seimbang. Setiap sajian MBG harus sesuai standar gizi,” jelas Ati.
Namun, ia mengingatkan bahwa satu orang ahli gizi tidak ideal jika harus menangani seluruh kebutuhan teknis di SPPG. Beban tugas yang besar, mulai dari perencanaan menu hingga pengawasan proses penyajian, membuat kebutuhan tenaga tambahan menjadi semakin mendesak.
“Kalau hanya satu orang, kasihan. Mereka bekerja dari persiapan pagi hari sampai semua proses selesai. Tenaganya terkuras,” tuturnya.
Saat ini, Banten memiliki sekitar 2.000 ahli gizi yang tersebar di puskesmas, rumah sakit, dan berbagai fasilitas kesehatan. “Di puskesmas wilayah Tangerang Raya saja ada dua ahli gizi. Rumah sakit juga memiliki tenaga ahli. Kalau dihitung, jumlahnya lebih dari 2.000,” tambahnya.
Meski demikian, kebutuhan tenaga ahli gizi untuk mendukung sepenuhnya standar gizi dan keamanan pangan di SPPG masih menjadi tantangan. Banyak ahli gizi puskesmas tidak bisa merangkap tugas karena kewajiban turun ke lapangan setiap hari.
“Mereka tidak boleh double. Tugas di puskesmas itu full time. Tapi ketersediaannya masih mencukupi. Memang terbatas, tapi tidak separah kekurangan nakes lainnya,” ujarnya.
Dinkes Banten memastikan upaya penguatan kualitas sumber daya manusia di SPPG akan terus berlanjut agar Program MBG berjalan aman, higienis, dan memberikan manfaat maksimal bagi para pelajar.
(ADV)
