SERANG – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara kepada mantan pegawai honorer Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kabupaten Tangerang, Wahyu Awaludin.
Dalam sidang, majelis hakim yang diketuai Agung Sulistiono menyatakan Wahyu terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa melalui aplikasi Sistem Transaksi Non Tunai Desa (SITANSA) pada tahun anggaran 2024.
Atas perbuatannya, Wahyu dinilai telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,2 miliar.
“Menjatuhkan pidana tiga tahun enam bulan penjara, dikurangi masa tahanan,” ujar Ketua Majelis Hakim Agung Sulistiono dalam amar putusannya, dikutip BantenNews.co.id, Rabu (12/11/2025).
Selain hukuman penjara, Wahyu juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp50 juta, subsider dua bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp171 juta. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Bila masih tidak mencukupi, ia akan menjalani tambahan hukuman satu tahun penjara.
Majelis hakim menyebut, Wahyu tidak melakukan aksinya seorang diri. Ia terbukti bersekongkol dengan dua operator desa, yakni Ali Imron dari Desa Pondok Kelor dan Hendra Kumala dari Desa Kampung Kelor. Keduanya diadili dalam berkas perkara terpisah.
“Perbuatan terdakwa dilakukan secara bersama-sama,” tegas hakim dalam sidang.
Perbuatan para terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tangerang, Erika, menjelaskan kasus ini berawal dari penyimpangan penyaluran dana desa (DD) yang bersumber dari APBN dan APBD.
Pada tahun 2024, Desa Pondok Kelor menerima dana sebesar Rp3,46 miliar, sedangkan Desa Kampung Kelor memperoleh Rp3,75 miliar. Namun sebagian dana tersebut justru dicairkan kembali melalui aplikasi SITANSA oleh Wahyu dan Ali Imron tanpa dasar yang sah.
Akibat penyalahgunaan itu, sebanyak 28 kegiatan desa tidak terealisasi karena dana kas desa telah digunakan untuk kepentingan pribadi dan di luar peruntukan.
Di Desa Kampung Kelor, ditemukan selisih Rp482 juta antara saldo kas desa dan buku kas pembantu bank, dari total realisasi belanja sebesar Rp3,01 miliar.
“Ditemukan perbedaan mencolok antara saldo kas dan laporan keuangan desa,” ujar jaksa dalam persidangan.
Penulis: Rasyid
Editor: Usman Temposo
