
SERANG– Menteri Kebudayaan Fadli Zon berencana melakukan rekonstruksi terhadap dua situs bersejarah di Banten, yakni Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon. Menurut dia, langkah itu merupakan bagian dari upaya menghidupkan kembali ekosistem kebudayaan Banten yang pernah menjadi pusat penting pada masa Kesultanan Banten.
“Mudah mudahan kedepan dengan tentu adanya penelitian, kajian kita bisa juga pugar Keraton Surosowan dan Kaibon, dan juga saya sudah kunjungi ,”ujar Fadli Zon dalam acara “Simbolisasi Jalur Kedatangan Cornelis de Houtman”, Minggu (26/10/2025).
Android BantenNews.co.id
Download di Playstore. Baca berita tanpa iklan, lebih cepat dan nyaman lewat aplikasi Android.
Fadli berharap upaya ini tidak hanya mengembalikan kejayaan masa lalu, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Kemudian juga dapat menghidupkan potensi wisata di Banten Lama, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.
Menurut Fadli, situs-situs bersejarah seperti Surosowan dan Kaibon memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya berskala nasional maupun internasional. Ia menilai promosi terhadap warisan sejarah Banten selama ini masih kurang masif.
“Kalau kita bisa merekontruksi, bayangan saya harus pugar kembali Keraton Surosowan dan Kaibon. Jadi tidak dibiarkan begitu dan itu harus diaktivasi menjadi pusat budaya, pusat sejarah sehingga ribuan orang bisa datang dan sebagainya. Ini juga menghidupkan wisata budaya yang ada di banten,” tuturnya.
Di acara tersebut, Fadli Zon juga meresmikan monumen penanda jalur masuk Cornelis de Houtman. Monumen itu menandai titik awal kedatangan rombongan de Houtman ke wilayah Nusantara pada akhir abad ke-16, yang ketika itu dikenal dengan nama Bantam.
Fadli menjelaskan, penelusuran lokasi jalur masuk de Houtman dilakukan oleh tim Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VIII bersama tim arkeolog. Dari penelusuran itulah ditemukan titik diduga dulu menjadi pintu masuk kapal Cornelis.
Menurut Fadli, jejak kedatangan Cornelis de Houtman penting tidak hanya untuk menandai awal interaksi bangsa Eropa di Nusantara, tetapi juga masuknya kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) pada tahun 1602 yang kata Fadli sempat berkantor di Banten sebelum pindah ke Batavia.
“Mereka (VOC) kemudian berubah menjadi dari sebuah company ya orang dulu menyebutnya kompeni menjadi penjajahan dan disempurnakan lah itu di pemerintahan Hindia Belanda ketika VOC akhirnya bangkrut pada tahun 1799,” ujarnya.
Fadli berharap monumen dan hasil penelitian itu dapat memicu minat publik untuk mempelajari sejarah Banten secara lebih luas. Ia bahkan membuka kemungkinan agar kondisi Banten saat kedatangan Belanda pertama kali dapat diangkat ke berbagai medium budaya seperti novel atau pertunjukan tari
Diresmikannya monumen tersebut, Fadli juga mengatakan adanya potensi pariwisata dari kekayaan sejarah di Banten. Selain tujuan edukasi, peresmian monumen tersebut juga diharapkan jadi pemantik wisatawan domestik hingga internasional.
“Jadi situs ini harus diviralkan kira kira begitu ya jadi orang datang belajar mengenal sejarah budaya dan Banten ini sebenarnya luar biasa tapi mungkin belum terpromosikan dengan masif gitu,” sambungnya.
Arkeolog Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Ali Fadilah, menuturkan selama ini sumber yang kerap jadi rujukan sejarah Banten mengacu pada catatan William Lodewyk, juru tulis Cornelis de Houtman yang mendokumentasikan perjalanan mereka di Banten dalam buku berjudul De Eerste Schipvaart atau Armada Pertama.
Dari catatan itu diketahui, kapal besar milik de Houtman bersandar Pulau Lima lalu menggunakan sekoci kecil untuk mencapai Pabean yang disebut Ali merupakan tempat membayar bea cukai kala itu tepatnya di luar Benteng Speelwijk.
Ali menjelaskan, penggalian selama sepuluh hari di lokasi itu mengungkap struktur bata sepanjang hampir tiga meter, pecahan botol anggur, potongan keramik, hingga fragmen besi.
Potongan besi itu diduga merupakan barang impor dari Cina atau Eropa, karena pada masa itu masyarakat Banten umumnya masih menggunakan kayu sebagai bahan bangunan. Saat ini, besi tersebut tengah diteliti lebih lanjut di laboratorium oleh tim arkeolog.
“Pentingnya temuan ini adalah penanda dan indikator utama nanti akan ada penemuan penemuan berikutnya salah satunya misalnya penduduk ada yang melapor kepada kita bahwa dalam sungai ini ditemukan beberapa keramik, mata uang, termasuk gerabah gerabahnya,” tuturnya.
Penulis: Audindra Kusuma
Editor: TB Ahmad Fauzi