Beranda Hukum Komnas PA Banten Soroti Relasi Kuasa di Balik Bebas Murni Terdakwa Pemerkosaan...

Komnas PA Banten Soroti Relasi Kuasa di Balik Bebas Murni Terdakwa Pemerkosaan Anak Kandung

Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten Hendry Gunawan.

SERANG-Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Provinsi Banten, Hendry Gunawan, menilai kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan putusan bebas terhadap Muhammad Saefi menunjukkan lemahnya perlindungan hukum bagi korban, terutama dalam kasus yang melibatkan hubungan keluarga.

Syaefi merupakan terdakwa pemerkosaan anak kandungnya sendiri di Kecamatan Waringinkurung, Kabupaten Serang. Ia divonis bebas di Pengadilan Negeri Serang oleh hakim ketua Hery Cahyono pada 16 Januari 2025 lalu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang kemudian mengajukan kasasi yang kemudian ditolak Majelis Hakim MA yang dipimpin Soesilo dengan anggota Achmad Setyo Pudjoharsoyo dan Yanto.

“Kami menghormati keputusan pengadilan, termasuk Mahkamah Agung yang sudah menguatkan putusan sebelumnya. Namun secara moral dan etika, kami menolak dasar pembebasan pelaku yang menggunakan poin perdamaian,” kata Hendry saat dihubungi di Serang, Rabu (8/10/2025).

Hendry menyoroti dua putusan tersebut yang alasannya karena adan perdamaian antara pelaku dan korban. Padahal menurutnya kasus ini tidak semestinya diselesaikan dengan perdamaian karena menyangkut kekerasan seksual terhadap anak.

Ia menilai, adanya pencabutan laporan oleh korban menjadi indikasi kuat adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban, yang dalam kasus ini adalah ayah dan anak.

“Yang perlu dipahami masyarakat adalah adanya relasi kuasa antara ayah dan anak. Ini yang membuat kami melihat korban berada dalam posisi rentan terhadap tekanan,” ujarnya.

Hendry menjelaskan, proses hukum kasus ini berjalan panjang karena Komnas PA Banten juga sempat melalukan pendampingan hingga akhirnya berujung pada pencabutan laporan dan perdamaian saat perkara sudah disidangkan. Komnas PA melihat adanya kemungkinan tekanan psikologis terhadap korban yang berada di bawah pengaruh langsung pelaku.

“Perlu dilihat dari sisi di mana relasi kuasa itu cukup rentan dalam intimidasi, upaya tekanan dan sebagainya, dan di kasus ini kami khawatir itu terjadi dan menghasilkan Keputusan seperti ini,” sambungnya.

Baca Juga :  Pengacara di Serang yang Cabuli Anak di bawah Umur Dituntut 15 Tahun Penjara

Situasi seperti kata Gugun menjadi tantangan berat bagi penegakan hukum kasus kekerasan terhadap anak di Banten. Satu putusan bebas ini bisa menjadi preseden buruk bagi kasus kekerasan seksual terhadap anak.

“Karena ini kasusnya adalah kasus dinmana anak menjadi korban dan lingkupnya domestik dalam keluarga kami melihatnya seperti hal yang buruk bagi penegakan keadilan untuk anak-anak korban kekerasan seksual,” ujarnya.

Hendry menyebut, masih ada peluang untuk menempuh upaya hukum luar biasa seperti peninjauan kembali (PK) bila ditemukan bukti baru. Namun, keputusan untuk itu sepenuhnya berada di tangan kejaksaan.

Selama mendampingi proses persidangan, Hendry mengungkapkan bahwa pihaknya sempat mengalami kesulitan untuk menemui korban karena selalu dijaga oleh keluarga pelaku. Akibatnya, komunikasi dengan korban pun teputus.

“Kami sudah mencoba melakukan pendalaman dan mendampingi korban, memastikan apakah ada upaya tekanan, intimidasi dan lain sebagainya, namun upaya itu tertutup karena posisi anak dalam lingkup keluarga tersebut,” ucapnya.

Penulis: Audindra Kusuma
Editor:  TB Ahmad Fauzi